:: UI - Tesis Membership :: Kembali

UI - Tesis Membership :: Kembali

Kata makian dalam antawacana wayang santri sebagai ekspresi keakraban Masyarakat Tegal = Swear words in antawacana wayang santri as solidarity expression of Tegalnese Society

Irwan Suswandi; Untung Yuwono, supervisor; Bernadette Kushartanti, examiner; F.X. Rahyono, examiner ([Publisher not identified] , 2018)

 Abstrak

ABSTRAK
Tesis ini membahas kata-kata makian dalam antawacana wayang santri yang digunakan sebagai ekspresi keakraban dalam masyarakat Tegal. Tesis ini memfokuskan pada kata-kata makian yang melibatkan konteks penggunaannya serta proses semiosis penandaannya menurut semiotik Peirce. Penelitian ini termasuk ke dalam penelitian kualitatif dengan desain interpretatif. Penelitian diawali dengan deskripsi antawacana dalam wayang santri yang mengandung bentuk makian di setiap konteksnya, kemudian diinterpretasi dengan melibatkan tanda-tanda yang ada di dalamnya untuk memperoleh kecenderungan pembentukan bentuk makian dalam antawacana wayang santri. Sumber data tesis ini berasal dari video rekaman pagelaran wayang santri dalam bentuk cakram rekaman, dengan lakon Rebutan Peti Wasiat dan Lupit Ngaji. Teori utama penelitian ini berupa teori analisis wacana dari Cutting 2002 dan teori semiotik Peirce dalam Short 2007 , dengan teori pendukung berupa teori ekspresi, makian, dan solidaritas dari Lyons 1977 , Allan dan Burridge 2006 , serta Brown dan Gilman 1960 . Hasil penelitian ini ditemukan delapan kata makian di dalam antawacana wayang santri, yang meliputi enam satuan kata, satu satuan klausa, dan satu satuan kalimat sebagai penanda ekspresi keakraban di antara penutur dan petuturnya. Berdasarkan konteksnya, kata makian menjadi penanda ekspresi keakraban apabila digunakan dalam suasana biasa, santai, dan senda gurau, dan tidak menimbulkan amarah atau emosi dari petuturnya. Dari bentuk penandaannya, terdapat kata-kata makian berbentuk ikonik legisign, simbolik legisign, rema ikonik legisign, dan rema simbolik legisign. Masyarakat Tegal adalah masyarakat yang memperhatikan lawan tuturnya, sehingga penandaan ikonik atau keserupaan paling banyak ditemukan sebagai sebuah kata makian penanda ekspresi keakraban. Pada tingkat keakrabannya yang paling sederhana, bentuk penandaan berupa ikonik legisign, sedangkan pada tingkat keakraban yang paling tinggi bentuk penandaannya adalah ikonik simbolik legisign. Berkaitan dengan faktor sosiokultural, hubungan kekerabatan, usia, dan jabatan di antara penutur dan petutur memengaruhi penggunaan kata makian.

ABSTRACT
This thesis discusses swear words in wayang santri dialogue as solidarity expression that represents Tegalnese society. This thesis focuses on swear words involving the usage context as well as signifying process according to Peirce rsquo s semiotics. This thesis belongs to qualitative research with interpretive design. The research initiated with a dialogue description in wayang santri that contained forms of swear words in each context, and then it was interpreted by sign analysis. The data source of this thesis came from wayang santri performances on compact disc, with Rebutan Peti Wasiat and Lupit Ngaji stories. The main theories of this thesis are discourse analysis from Cutting 2002 and semiotics from Peirce in Short 2007 with supporting theories about expression, swear words and solidarity from Lyons 1977 , Allan and Burridge 2006 also Brown and Gilman 1960 . The result of this research is found eight swear words in wayang santri dialogue which includes six words, one phrase, and one sentence unit representing a solidarity expression among addresser and addressee. Based on the context, the swear word becomes a solidarity expression when it is used in ordinary, relax, or joking atmosphere conversation, and there is no anger or hatred from the addressee. According to semiotic signification, there are swear words in the form of iconic legisign, symbolic legisign, rheme iconic legisign, and rheme symbolic legisign. At the lowest level of solidarity context, the form of signification mostly in the iconic legisign, and the highest level of solidarity context, the form of signification is rheme symbolic legisign. The usage of swear words as a solidarity expression can not be separated from the influence of kinship, age, and position.

 File Digital: 1

Shelf
 T51303-Irwan Suswandi.pdf :: Unduh

LOGIN required

 Metadata

No. Panggil : T51303
Entri utama-Nama orang :
Entri tambahan-Nama orang :
Entri tambahan-Nama badan :
Subjek :
Penerbitan : [Place of publication not identified]: [Publisher not identified], 2018
Program Studi :
Bahasa : ind
Sumber Pengatalogan : LibUI ind rda
Tipe Konten : text
Tipe Media : unmediated ; computer
Tipe Carrier : volume ; online resource
Deskripsi Fisik : x, 137 pages : illustration ; 28 cm + appendix
Naskah Ringkas :
Lembaga Pemilik : Universitas Indonesia
Lokasi : Perpustakaan UI, Lantai 3
  • Ketersediaan
  • Ulasan
No. Panggil No. Barkod Ketersediaan
T51303 15-19-481564994 TERSEDIA
Ulasan:
Tidak ada ulasan pada koleksi ini: 20476781