Teks diawali dengan uraian tentang sang Hyang Tiga Sakti yang merupakan leluhur (Kawitan) jagat raya, terdiri dari sang Hyang Saraswati, sang Hyang Sadana, dan sang Hyang Sri. Sang Hyang Tiga Sakti ini kemudian melahirkan aksara ha-na-ca-ra-ka. Disebutkan ada ha-na-ca-ra-ka salikur (21), ha-na-ca-ra-ka duang dasa (20) dan ha-na-ca-ra-ka adalah plekutus (18), tetapi ketiga-tiganya adalah tunggal. Urutan yang benar dari ha-na-ca-ra-ka adalah ha-na-ca-ra-ka-da-ta-sa-wa-la-ma-ga-ba-nga-pa-ja-ya-nya (18). Inilah sang Hyang Saraswati yang berasal dari sunya, tiada cacat, diciptakan oleh Sang Hyang Reko (Sang Hyang Sakecap). DItambah juga sebutan dewa-dewa Nawa Sanga beserta ciptaanNya; wewanengan (batas umur dari sejak lahir sampai meninggal); ketergantungan manusia dengan kayu, sehingga ada nama kayu Inyaman yang berasal dari i+nyama(n) yang berarti keluarga.Terdapat pula keterangan tentang benda-benda sambutan (benda bersinar), di antaranya jika dapat nambut benda bersinar di tempat-tempat suci, seperti di Kahyangan dan di Sanggah yang berupa emas, slaka, temaga dan sejenisnya, hendaknya disucikan sebagai pratima. Sedangkan jika dapat nyambut di tempat yang tidak suci, tidak boleh disungsung walaupun dalam keadaan bersinar. Disebutkan juga tentang aneka lambang sambutan tadi seperti: mirah, adalah lingga Betara Batur; Uang, adalah lingga Betara Rambut Sedana; Slaka, adalah lingga Betara Iswara; dan Besi, adalah lingga Betara Pretiwi.DIlanjutkan dengan keterangan dewasa (hari baik) untuk melakukan upacara Ngaben (Atiwa-tiwa) seperti; Minggu Wage Landep. Minggu Umanis Warigadian, Minggu Pon Julungwangi, Minggu Wage Krulut, Jumat Pon Matal, Minggu Pon Prangbakat dan Minggu Pon Dukut.Teks berakhir dengan uraian Slokantara untuk Karang Panes dan pekarangan rumah, yang berisikan tentang musibah-musibah seperti: kebakaran, kemasukan gelap dan yang sejenisnya, sehingga seseorang yang tertimpa musibah ini wajib mendirikan padmasana (bangunan suci) stana sang Hyang Indra Balaki, yang berfungsi sebagai penyelamat. Jika tidak, maka akan menderita gering (sakit) tak henti-hentinya, walaupun beratus-ratus kali mengadakan pecaruan.Informasi penulisan teks maupun penyalinan naskah ini tidak ditemukan secara jelas. Menurut data yang termuat pada sampul depan menyebutkan: mewi-tutur slokantara (tulisan tinta). Dengan demikian, kiranya naskah ini disalin atau berasal (?) dari Mengwi Bali. Hal ini diperkuat juga dengan bentuk, corak tulisan, maupun bahan yang dipakai di dalamnya. Untuk bahan perbandingan lihat pula teks Slokantara Kirtya no.494 dan KBG 67. |