Emerging adulthood merupakan masa transisi bagi individu dari masa remajamenuju dewasa muda. Pada kelompok usia ini ditemukan terdapat beberapa masalah yang muncul dan memengaruhi kehidupan individu yang dapat menyebabkan distres bagi mereka.Salah satu hal yang memiliki peran dalam membantu individu untuk menghadapi permasalahan tersebut yaitu agama. Melalui penelitian ini digunakan untuk melihat hubungan antara religiusitas dan distres psikologis pada populasi masyarakat miskin. Adapun dari hasil penelitian, diperoleh bahwa terdapat hubungan antara religiusitas (M =46.98, SD = 6,87) dan distres psikologis (M = 1,64, SD = 0,47), dengan nilai r(262) = 0,139, p < 0,024. Populasi dari penelitian ini yaitu masyarakat yang berdomisili di wilayah DKI Jakarta, dengan rentang usia 18-29 tahun. Adapun karakteristik partisipan penelitian ini yaitu masyarakat DKI Jakarta yang menerima bantuan dari pemerintah berupa KJP, KIS, atau BPJS. Penelitian ini menggunakan teknik analisis pearson correlation dengan Teknik bivariat. Alat ukur yang digunakan yaitu HSCL-25 (Hopkins Symptom Check List - 25) yang terdiri 25 item (Turnip & Hauff, 2007) dan CRS-15 (Centrality Religiosity Scale) dengan 15 item yang menggambarkan lima dimensi dalam religiusitas (Huber & Huber, 2012). Emerging Adulthood is a transition period for individuals from adolescence to young adults. In this age group, there are some problems that arise and affect the lives of individuals that can cause distress for them. One of the things that have a role in helping individuals to deal with these problems is religion. This research is used to see the relationship between religiosity and psychological distress in the poor population. As for the results of the study, it was found that there was a relationship between religiosity (M = 46.98, SD = 6.87) and psychological distress (M = 1.64, SD = 0.47), with a value of r (262) = 0.139, p < 0.024. The population of this study is the people who live in the DKI Jakarta area, with an age range of 18-29 years. The characteristics of the participants of this study were the people of DKI Jakarta who received assistance from the government in the form of KJP, KIS, or BPJS. This study used the Pearson correlation analysis technique with bivariate techniques. The measuring instrument used is HSCL-25 (Hopkins Symptom Check List - 25) which has 25 items (Turnip & Hauff, 2007) and CRS-15 (Centrality Religiosity Scale) with 15 items that describe five dimensions in religiosity (Huber & Huber, 2012). |