ABSTRAK Desentralisasi telah membuka kesempatan investor luar negeri memasukkanmodalnya untuk mengembangkan sektor industri setalah adanya kesepakatan pasar bebas.Pengambilan kebijakan pembangunan ekonomi berbasis sumber daya alam olehpemerintah daerah mendorong masyarakat untuk menambang secara bebas dan masif,yang diikuti dengan tata kelola pertambangan mineral timah yang buruk. Beberapa kajianindustri ekstraksi terbagi dua perspektif, yaitu perspektif institusional dan perspektifekonomi politik. Perspektif institusional lebih menekankan pada tata kelola sumber dayaalam yang baik dan rente ekstraksi pada kelembagaan. Sedangkan, perspektif ekonomipolitik menekankan kelas penguasa mengakses dan mengontrol sumber daya alam yangdiikuti perilaku rente ekstraksi. Penelitian ini menggunakan perspektif ekonomi politikdari konsep Veltmeyer dan Petras tentang ekstraktivisme baru. Penelitian ini menjelaskantentang penetrasi modal ekstraksi dalam penambangan timah dengan peran jaringanpatronase kolektor timah dalam proses akumulasi kapital dan menjelaskan bentuk lainnyadari konflik sumber daya alam. Dengan mengacu studi kasus penelitian di KabupatenBangka terkait penambangan timah, peneliti berargumen ekstraktivisme baru dalampenambangan timah semakin berkembang dikarenakan adanya dukungan modal esktraksiyang disebarluaskan oleh elit industri kepada jaringan kolektor timah, yang diikuti dengankonflik kepentingan terhadap penguasaan sumber daya mineral timah oleh elit industri.Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan menggunakanpendekatan studi kasus. Teknik pengumpulan data menggunakan observasi, wawancaramendalam, kajian literature dan data sekunder. Informan penelitian ini adalah kolektortimah, pengusaha timah dan smelter, pemilik dan penambang tambang inkonvensional,Walhi, Jatam, peneliti ahli dan ASN Kabupaten Bangka. ABSTRACT Decentralization has opened up the opportunities for foreign investors to devote theircapital for developing industrial sector after the free market agreement. The adoption ofnatural resource-based economic development policies by local governments encouragespeople to mine freely and massively, that followed by poor mining management of tonminerals. A number of studies on extractive industries are categorized into twoperspectives, namely institutional perspective, and political economy perspective.Institutional perspectives emphasizing on natural resource governance and the existenceof rent in the institutional governance system. Meanwhile, the political economyperspective tend to focus on how the ruling class accessing and controlling naturalresources followed by the act of extraction rent. This study uses a political economyperspective from the Veltmeyer and Petras concepts of new extractivism. This studyexplains the capital penetration on tin mining with the role of the patronage network oftin collectors in the process of capital accumulation and explains the other forms of naturalresource conflict. By using case studies in Bangka Regency related to tin mining, thisstudy argues that new extractivism in tin mining is increasingly developing due to thesupport of extractive capital that is disseminated by the industrial elite to the tin collectornetwork, followed by conflicts of interest over the control of tin mineral resources byindustrial elite. This research uses qualitative case study method. Data collectiontechniques used observation, in-depth interviews, literature review, and secondary data.Informants of this study ranging from tin collectors, tin entrepreneurs and smelters,owners and miners of unconventional mines, Walhi Bangka Belitung, JATAM, expertresearchers and Bangka Regency Civil State Apparatus. |