Dalam Pasal 77 ayat 2 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dijelaskan mengenai waktu kerja yang diperbolehkan bagi para pegawai, yaitu 40 jam dalam satu minggu. Sementara itu apabila waktu kerjanya melebihi ketentuan yang ada, maka dihitung kedalam waktu kerja overtime (lembur) yang mana maksimal waktu lembur adalah 14 jam per minggu. Namun demikian, fakta di lapangan menemukan bahwa waktu kerja yang dihabiskan oleh para anggota opsnal penyelidik melebihi batas waktu tersebut ditambah lagi dengan pola kerja yang tidak jelas. Dengan demikian, penilitian ini akan mengkaji bagaimana sebenarnya gambaran pola kerja dan manajemen waktu para anggota opsnal serta menganalisa mengapa mereka tetap bertahan melakukan pekerjaan tersebut. Untuk mendapatkan analisa yang mendalam, penelitian ini berfokus pada anggota opsnal Satreskrim Polres Metro Jakarta Selatan dengan metode penelitian yang digunakan adalah wawancara dengan pendekatan kualitatif. Narasumber yang terlibat dalam penelitian ini adalah 5 anggota opsnal Satreskrim serta petugas dan PNS lain sebagai bahan perbandingan pola kerja dan manajemen waktu yang dialami. Kemudian, terdapat dua garis besar dari hasil penelitian ini. Pertama, pola kerja yang dimiliki oleh para anggota opsnal tidak pasti dan cenderung bersifat spontan tergantung dari kasus apa yang telah terjadi atau informasi apa yang muncul dari masyarakat berkaitan dengan indikasi adanya aktivitas kejahatan. Sementara itu, manajemen waktu dalam bekerja dan beristirahat, seluruhnya dikendalikan, dikontrol, dan harus selalu atas sepengetahuan Kanit. Kedua, terdapat beberapa faktor yang menjadi alasan mengapa para anggota opsnal tetap bertahan, yaitu sifat dasar dari pekerjaan penyelidikan itu sendiri yang menuntut para anggota opsnal untuk bekerja dengan pola waktu yang tidak jelas, motivasi dari para anggota opsnal itu sendiri, dan nilai-nilai yang terdapat dalam organisasi seperti nilai "respect dan loyalitas" serta adanya pedoman kerja "Catur Prasetya" yang menekankan nilai pengorbanan demi masyarakat, bangsa, dan negara. In Article 77 paragraph 2 of Act Number 13 of 2003, it mentions that the working time allowed for employees is 40 hours a week. Meanwhile, if the working time exceeds the limits, then it will be calculated as overtime working as explained in Article 78 paragraph 1 in which the maximum of overtime working is 14 hours per week. However, in fact, the detectives in South Jakarta have worked more than the working time limits and they also had an unclear work patterns. Thus, this research will examine how exactly the work patterns and time management of the detectives in South Jakarta and analyze why they persist in doing the work. To get an in-depth analysis, this research focuses on the detectives in South Jakarta Police Station by using a semi-structured interview and qualitative approach. Further, the participants of the study are 5 detectives and other officers who working at other departments to compare their work patterns with the detectives.Finally, there are two main points as the result from this research. First, the work patterns of the detectives in South Jakarta are uncertain and tends to be spontaneous action depending on the case that happened and the criminal information appeared. Meanwhile, the time management of them are fully controlled and always be supervised by the chief of unit. Secondly, the study found that there are several reasons of why the detectives persist in their job, which is (1) the nature of the investigation job itself which push the detectives to work with unclear work patterns; (2) the detectives motivations itself; and (3) the values within the police culture, such as respect and loyalty and the existence of the work guidelines Catur Prasetya which emphasizes the value of sacrifice for the sake of society, nation and state. |