Penelitian ini menjelaskan dan menganalisis faktor kekalahan calon tunggal dalam pilkada Kota Makassar tahun 2018. Jika mayoritas calon tunggal di beberapa daerah adalah seorang petahana, maka di Makassar lahir dari kalangan elit pengusaha yakni Munafri Arifuddin-Andi Rachmatika Dewi (Appi-Cicu). Hasil menunjukkan, pilkada Makassar tahun 2018 dimenangkan oleh kotak kosong dan untuk kali pertama dalam pilkada di Indonesia kotak kosong unggul. Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor kemenangan kotak kosong dalam pilkada Makassar tahun 2018. Landasan teoritis yang digunakan adalah teori elite, konflik, dan rekrutmen politik. Metode penelitian yang digunakan yaitu kualitatif dengan mengeksplorasi dan menganalisis berbagai studi literatur. Temuan penelitian menunjukkan bahwa kekalah calon tunggal dalam Pilkada di Kota Makassar tahun 2018 disebabkan oleh beberapa faktor yakni adanya konflik elit dimana konflik yang terjadi antar elit lokal yang tidak mendapat dukungan partai politik dalam pencalonan berperan penting dalam memenangkan kolom kosong dalam Pilkada Makassar. Hal tersebut mengkonfirmasi teori konflik yang dikemukakan oleh Maurice Duverger serta teori elit yang dikemukakan oleh Suzan Keller. Selain itu, rekrutmen politik yang tertutup juga berperan dalam mempengaruhi kekalahan calon tunggal. Hal tersebut mengkonfirmasi teori rekrutmen politik yang dikemukakan oleh Gabriel Almond dan Powel. Faktor lain yang tidak kalah penting yang menyebabkan kekalahan calon tunggal ialah partisipasi politik masyarakat Makassar dalam Pilkada di Kota Makassar. This research discusses about the defeat of factor single candidate in the local election of Makassar in 2018. If the majority of single candidates in some regions are incumbents, then Makassar is born from an elite businessman, Munafri Arifuddin-Andi Rachmatika Dewi (Appi-Cicu), and the incumbent was lost at candidation process. The results show that the 2018 Makassar regional election was won by an empty box and for the first time in the Indonesian elections the empty won at local election. The purpose of this study is to find out the factor of winning empty boxes in the Makassar election in 2018. The theoretical foundation used is elite theory, conflict, and political recruitment. The research method used is qualitative by exploring and analyzing various literature studies. The findings of the study indicate that the defeat of single candidates in the local election in Makassar in 2018 was caused by several factors, namely the existence of elite conflict where conflicts between local elites who did not get the support of political parties in nominating roles played an important role in winning the empty column in the Makassar regional election. This confirms the conflict theory proposed by Maurice Duverger and the elite theory put forward by Suzan Keller. In addition, closed political recruitment also played a role in influencing the defeat of a single candidate. This confirms the theory of political recruitment put forward by Gabriel Almond and Powel. Another important factor that caused the single candidate's defeat was the political participation of the Makassar community in the regional elections in Makassar City. |