Akulturasi musik dalam Tsugaru-jamisen Abad 21 = Music acculturation in 21st Century Tsugaru-jamisen
Caroline Heidi Joewono;
Bachtiar Alam, supervisor; I Ketut Surajaya, examiner; Bambang Wibawarta, examiner
([Publisher not identified]
, 2019)
|
ABSTRACT Skripsi ini membahas mengenai akulturasi musik yang terjadi dalam Tsugaru-jamisen masa kini. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analisis dengan teknik studi kepustakaan. Hasil temuan skripsi ini adalah bahwa akulturasi musik tersebut menyebabkan pertumbuh kembangan Tsugaru-jamisen yang dapat dilihat dari terciptanya berbagai lagu Tsugaru-jamisen baru dalam notasi Jepang juga Barat, pemanfaatannya sebagai instrumen musik modern yang dapat dimodifikasi, serta bagaimana Tsugaru-jamisen kini digunakan dalam berbagai genre musik; dan terbaginya pemain Tsugaru-jamisen saat ini ke dalam tiga kategori: pemain yang kursus di ryaha atau iemoto; pemain yang secara otodidak berlatih lagu-lagu minya; dan pemain yang secara otodidak belajar memainkan Tsugaru-jamisen untuk memainkan lagu-lagu di luar genre minya. Simpulannya adalah bahwa sebuah tradisi budaya harus dinamis: tetap hidup, bertumbuh dan berkembang bersama dengan masyarakatnya. Budaya yang dapat berkembang seiring dengan zaman tanpa kehilangan ciri khasnya akan lestari, sementara tradisi yang stagnan semakin lama akan semakin sedikit peminat hingga akhirnya tenggelam. Budaya yang berubah pun bila terlampau jauh maka dapat memisahkan diri dan membentuk aliran baru, sementara budaya aslinya ditinggalkan. ABSTRACT The focus of this study is music acculturation in the present Tsugaru-jamisen. The study uses the method of descriptive analysis literature review. The find is that said music acculturation caused two things: the growth and development of Tsugaru-jamisen and the categorization of the recent Tsugaru-jamisen players into three types. The growth can be seen from new songs created in both classical Japanese and Western notation, how it is modifiable as a modern musical instrument, and that it can be used in various genres. The three category of Tsugaru-jamisen players are: they who affiliated themselves with certain ryaha or iemoto; self-taught people aiming for minya professionals; and players learning Tsugaru-jamisen autodidactically in other genres. The conclusion is that a cultural tradition has to stay alive, growing and developing together with the people. Cultures that can manage to develop abreast the time without losing its main characteristic will remain longlast, while stagnated ones would slowly lose inheritor, nearing extinction. Too much cultural change might result in separation: the new culture a derivative or branch while the original continues to decline. |
S-Pdf-Caroline Heidi Joewono.pdf :: Unduh
|
No. Panggil : | S-Pdf |
Entri utama-Nama orang : | |
Entri tambahan-Nama orang : | |
Entri tambahan-Nama badan : | |
Subjek : | |
Penerbitan : | [Place of publication not identified]: [Publisher not identified], 2019 |
Program Studi : |
Bahasa : | ind |
Sumber Pengatalogan : | LibUI ind rda |
Tipe Konten : | text |
Tipe Media : | computer recource |
Tipe Carrier : | online resource |
Deskripsi Fisik : | ix, 98 pages : illustration |
Naskah Ringkas : | |
Lembaga Pemilik : | Universitas Indonesia |
Lokasi : | Perpustakaan UI, Lantai 3 |
No. Panggil | No. Barkod | Ketersediaan |
---|---|---|
S-Pdf | 14-20-327790688 | TERSEDIA |
Ulasan: |
Tidak ada ulasan pada koleksi ini: 20485446 |