Angka kemiskinan dalam kurun lima tahun terakhir semakin menunju ke arah yang positif, di mana tercatat hanya menyisakan 27,77 juta jiwa pada tahun 2017, atau kurang dari 11% dari total penduduk secara keseluruhan. Namun demikian, penurunan terjadi cenderung lambat, yakni kurang dari 1% rata-rata per tahunnya, dibandingkan dengan periode 2006 hingga 2012 yang hampir mencapai angka 18%. Hal ini tentunya sangat disayangkan mengingat anggaran yang telah terealisasi untuk berbagai program penanggulangan kemiskinan cukup tinggi, yakni mencapai angka 228,2 triliun per tahun 2017. Dari angka tersebut, terdapat 68% dan 21% yang dialokasikan untuk bantuan nontunai dan tunai, sedangkan bantuan lainnya sebesar 11%. Perdebatan seputar proporsi realisasi anggaran pun bukannya tanpa masalah, beberapa studi mengklaim bahwa tidak terpenuhinya target penanggulangan kemiskinan disebabkan oleh kurang baiknya dalam proses mekanisme penyaluran. Hal demikian diperkuat dengan kecenderungan penurunan konsumsi penduduk miskin dalam kurun tahun 2010 hingga 2017, yang menurun dari 18,05% hingga ke angka 17,02% dari total pengeluaran penduduk. Merujuk pada berbagai fakta yang tersaji, tidak mengherankan apabila diskusi seputar efektivitas bantuan sosial terhadap penanggulangan kemiskinan semakin mengemuka di ranah publik. Menggunakan metode Ordinary Least Square (OLS) dan Probit, studi ini menemukan adanya hubungan negatif signifikan antara bantuan tunai dengan angka kemiskinan, di mana di saat yang bersamaan bantuan nontunai memiliki hubungan yang positif. Temuan tersebut tentunya bertolak belakangan dengan kebijakan yang diterapkan pemerintah saat ini dengan mengedepankan bantuan nontunai sebagai instrumen utamanya. Oleh karenanya, studi ini memberikan berbagai rekomendasi guna lebih memperkuat mekanisme penyaluran bantuan tunai guna mendapatkan hasil yang lebih maksimal dalam upaya penanggulangan kemiskinan di Indonesia. Indonesia has made encouraging poverty rate progress in the past five-year, which was leaving only 27.77 million in 2017, or less than 11% of the total population. However, it runs relatively slow, less than 1% per year on average, compared to the period of 2006 to 2012 that almost reached 18%. In fact, it comes very unfortunate looking into high public spending on various poverty reduction programs, up to 228,2 trillion. In kind and cash transfer were 68% and 21% respectively, while other assistance programs was 11%. Debating about budget spending in poverty programs is not without problems. Some studies reveals the programs did not succeed yet to reach theirs targets due to mechanisms matter. Undoubtedly, it can be proved by poor-household consumption rate within last seven-year, which came down from 18,05% to 17,02% of total consumption. In looking at the facts, it comes as no surprise that effectiveness of social assistance program towards poverty reduction issues upcoming hot topic in such discussions. Using the Ordinary Least Square (OLS) and Probit methods, this study found a significant negative impact between cash transfer program and poverty rates, while in kind transfer had a positive. The finding certainly refuse current policy, which more prioritize in kind transfer as its main instrument. Therefore, this study provides several recommendations strengthen cash transfer in many ways in order to get optimum impact in poverty reduction in Indonesia. |