:: UI - Disertasi Membership :: Kembali

UI - Disertasi Membership :: Kembali

Pengelolaan kopi luwak berkelanjutan = Sustainable civet coffee management

Ellyna Chairani; Jatna Supriatna, promotor; Raldi Hendro Toro Seputro Koestoer, examiner ; Moira Moeliono, co-promotor; Sunaryo, examiner; Edi Iswanto Wiloso, examiner; Imam Santoso, examiner; Tri Edhi Budhi Soesilo, examiner; Hayati Sari, examiner (Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia, 2017)

 Abstrak

Kopi luwak dikenal sebagai kopi spesialti Indonesia karena aromanya yang lebih harum dan rasa yang unik. Produksinya menggunakan Coffea arabica yang membutuhkan syarat tumbuh ketinggian dan iklim tropis; serta luwak (Paradoxurus hermaphroditus) yang hidup di wilayah tropis. Mayoritas lahan kopi nasional adalah perkebunan rakyat yang produktivitasnya rendah karena kopi ditanam pada kelas kesesuaian lahan yang kurang tepat. Hal ini mengakibatkan petani sulit mencapai keberlanjutan produksi. Hal lain adalah dalam pengelolaan kopi luwak selama ini lebih fokus pada pendekatan sektoral dan kurang menyeluruh dalam memadukan kesepakatan stakeholders untuk pengelolaan produksi dengan konservasi lingkungan.
Tujuan umum riset adalah melakukan sintesis keberlanjutan pengelolaan kopi luwak di lanskap riset. Sedangkan tujuan khusus meliputi  analisis kesesuaian lahan untuk kopi, habitat luwak dan pengelolaan kopi luwak Arabika; serta menilai dampak aspek lingkungan, sosial dan ekonomi untuk menentukan keberlanjutan dari 6 model pengelolaan kopi luwak di 3 kabupaten (Bandung, Bandung Barat dan Bangli).
Metodologi riset meliputi analisis multi-kriteria dan pemetaan tumpang susun dengan sistem informasi geografis untuk menentukan sebaran kesesuaian lahan; serta metode Life Cycle Analysis (LCA), Life Cycle Costing (LCC), Social Life Cycle Analysis (SLCA) dan Life Cycle Sustainability Assessment (LCSA) untuk menilai keberlanjutannya.
Hasil riset kesesuaian lahan kopi luwak Arabika tertinggi ditemukan di Bandung (75,24%), sedangkan terkecil di Bangli (40,39%). Pada permasalahan lingkungan berdasarkan kriteria pemanasan global, pengelolaan kopi luwak melalui penangkaran memberikan dampak yang lebih tinggi dibandingkan dengan pengelolaan secara liar. Aspek keekonomian produksi kopi luwak liar lebih menguntungkan dibanding dengan pengelolaan secara kandang atau tangkar. Sedangkan hasil riset aspek sosial tidak dibedakan karena semuanya memberikan kontribusi terhadap masyarakat lokal dan konsumen. Secara umum tingkat keberlanjutan model luwak liar lebih baik dibandingkan dengan model luwak yang dikandangkan. Walaupun demikian, Model Kandang Bangli-3 memiliki tingkat keberlanjutan paling tinggi diantara 6 model pengelolaan yang diriset.

Civet Arabica coffee (kopi luwak) is an Indonesian prominent specialty coffee for its aroma and unique taste. The coffee production involves Coffea arabica that requiring growing conditions of altitude and tropical climate; and civet (Paradoxurus hermaphroditus) that lives in the tropical belts. The majority of the Country coffee plantation is owned by smallholder farmers. The issue of low productivity leads to the difficulty in achieving coffee production sustainability. Moreover, the management of civet coffee has been more focused on sectoral approach and less comprehensive in integrating stakeholder agreements on productivity and environmental conservation.
The research aims to synthesis the sustainability of civet coffee management in the landscape of research. Furthermore, the objectives include analyzing land suitability of Coffea Arabica, civet habitat, and civet Arabica coffee; and to assess its impact on environment, economic, and social/community.
The research employed the methods of multi-criteria analysis, and combined with weighted overlaying techniques for mapping land suitability; and Life Cycle Assessment (LCA), Life Cycle Costing (LCC), Social Life Cycle (SLCA), and Life Cycle Sustainability Assessment (SLCA) of 6 management models in 3 districts (Bandung, West Bandung and Bangli).
The research results reveal that Bandung area has the highest suitability for kopi luwak Arabica (75.24%) and the smallest is in Bangli (40.39%). On the environmental impact, caged models produce higher global warming than that of wild models. The economic aspect of wild models earned bigger profit than caged system. On the social impact, the entire models positively contribute to local community and consumer. It is, however, Model of caged Bangli-3 is the most sustainable among the others.

 File Digital: 1

Shelf
 D-Ellyna Chairani.pdf :: Unduh

LOGIN required

 Metadata

No. Panggil : D-Pdf
Entri utama-Nama orang :
Entri tambahan-Nama orang :
Subjek :
Penerbitan : Jakarta: Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia, 2017
Program Studi :
Bahasa : ind
Sumber Pengatalogan : LibUI ind rda
Tipe Konten : text
Tipe Media : computer
Tipe Carrier : online resource
Deskripsi Fisik : xxii, 132 pages : illustration ; 28 cm + appendix
Naskah Ringkas :
Lembaga Pemilik : Universitas Indonesia
Lokasi : Perpustakaan UI, Lantai 3
  • Ketersediaan
  • Ulasan
No. Panggil No. Barkod Ketersediaan
D-Pdf 07-20-871585351 TERSEDIA
Ulasan:
Tidak ada ulasan pada koleksi ini: 20488110