:: UI - Makalah dan Kertas Kerja :: Kembali

UI - Makalah dan Kertas Kerja :: Kembali

Meninjau kembali kehidupan Ilbongun Wianbu Korea dalam perspektif budaya = Review on the life of Korean Ilbongun Wianbu in the cultural perspective

Fauzia Astuti; Rostineu, supervisor (Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2019)

 Abstrak

Penelitian ini membahas tentang sisi lain kehidupan Ilbongun Wianbu Korea dilihat dari sudut pandang budaya pada masa kolonialisme Jepang. Secara epistemologi, wianbu memiliki makna sebagai pendamping, atau sebagai pekerja perempuan sukarela yang mengikuti para tentara Jepang selama berperang. Namun setelah The Rape of Nanking yang terjadi pada tahun 1937, interpretasi istilah wianbu selalu identik dengan budak seks tentara Jepang. Sementara itu, Laporan Komisi Hak Asasi Manusia Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) menyebutkan bahwa Ilbongun Wianbu bukan budak seks, melainkan pekerja yang mendapat bayaran dan fasilitas berupa makanan, pakaian, dan kesehatan di wianso (barak resmi). Penelitian ini menekankan pada dialektika pemakaian istilah Ilbongun Wianbu dan comfort women yang dianalisis berdasarkan fakta kehidupan yang dialami oleh Ilbongun Wianbu asal Korea dengan menggunakan korpus transkrip wawancara Laporan Kesaksian Ilbongun Wianbu oleh Kementerian Kesetaraan Gender Korea tahun 2002. Penelitian ini memakai metode kualitatif eksplorasi yang dipadukan dengan pendekatan diakronis. Hasil penelitian ini menunjukan ada perbedaan makna antara wianbu dan comfort women yang dibuktikan oleh sisi lain kehidupan seorang Ilbongun Wianbu di wianso yang tidak murni hanya menjadi pelayan seks bagi tentara Jepang.

This paper discusses the other side of Ilbongun Wianbu Koreans life from a cultural point of view during the Japanese colonial era. Epistemologically, wianbu means a companion, or a voluntary female worker who follows Japanese soldiers during war. But after The Rape of Nanking which occurred in 1937, the meaning of wianbu was identical to Japanese army sex slaves. Meanwhile, United Nations Commission of Human Rights reported that Ilbongun Wianbu is not sex slaves, but workers who get paid and given food, clothing, and health at wianso (comfort station). This paper focus on the dialectics use of the terms Ilbongun Wianbu and comfort women which analyzed based on the facts of life experienced by Ilbongun Wianbu from Korea using the corpus transcript of the interview of Ilbongun Wianbu Testimony Report by the Korean Ministry of Gender Equality. This paper uses the qualitative exploration method combined with diachronic approaches. The results of this study indicate that there are differences in meaning between wianbu and comfort women as evidenced by the other side of the life of an Ilbongun Wianbu in wianso who is not only becomes sex servants for Japanese soldiers.

 File Digital: 1

Shelf
 MK-Fauzia Astuti.pdf :: Unduh

LOGIN required

 Metadata

No. Panggil : MK-pdf
Entri utama-Nama orang :
Entri tambahan-Nama orang :
Entri tambahan-Nama badan :
Subjek :
Penerbitan : Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2019
Program Studi :
Bahasa : ind;
Sumber Pengatalogan : LibUI ind rda
Tipe Konten : text
Tipe Media : computer
Tipe Carrier : online resource
Deskripsi Fisik : 28 pages : illustration
Naskah Ringkas :
Lembaga Pemilik : Universitas Indonesia
Lokasi : Perpustakaan UI, Lantai 3
  • Ketersediaan
  • Ulasan
No. Panggil No. Barkod Ketersediaan
MK-pdf 11-22-84333325 TERSEDIA
Ulasan:
Tidak ada ulasan pada koleksi ini: 20489874