ABSTRAK Salah satu barang yang dilarang untuk diekspor dari Indonesia dalam perdagangan internasional adalah benih lobster. Hal ini dilakukan untuk menjaga jumlah lobster yang ada di laut Indonesia serta menjamin kebutuhan bahan baku bagi industri lobster dewasa. Adanya larangan ini membuat terjadinya penyelundupan benih lobster ke luar negeri. Di balik kasus-kasus penyelundupan benih lobster yang terjadi ditemukan adanya jaringan perdagangan ilegal benih lobster. Dalam tulisan ini kasus perdagangan ilegal benih lobster dianalisis menggunakan 10 kategori modus operandi oleh L. W. Artcherly, yaitu classword, entry, means, object, time, style, tale, pal, transport, dan trademark, untuk menggambarkan modus operandi yang dilakukan oleh pelaku. Selain itu, kategori pals juga dapat menjelaskan pelaku-pelaku yang terlibat serta karakteristik dan perannya dalam perdagangan ilegal benih lobster. Sehingga dapat digambarkan keterlibatan jaringan transnational organized crime dalam perdagangan ilegal ini.ABSTRACT One item that is prohibited from being exported from Indonesia in international trade is baby lobster. It is done to maintain the number of lobsters that exist in the Indonesian sea and ensure the raw material needs for the adult lobster industry. This prohibition makes the smuggling of baby lobster exists. Behind the cases of baby lobster smuggling is found the networks of baby lobster trafficking. In this paper the cases of baby lobster trafficking are analyzed using 10 categories of modus operandi by L. W. Artcherly, which are classword, entry, means, object, time, style, tale, pal, transport, and trademark, to describe the modus operandi of the perpetrator. In addition, the category pals can also explain the actors involvement, their characteristics and roles in the baby lobster trafficking. So that it can be described the involvement of the transnational organized crime network in this illegal trade. |