ABSTRAK Pemerintah Kabupaten Banyuwangi menjadi kabupaten paling inovatif di Indonesia,khususnya dalam hal inovasi pelayanan kesehatan (IPK). Sama halnya dengan inovasi dipemerintah daerah lainnya, praktik IPK di Kabupaten Banyuwangi juga tidak terlepasdari tingginya peran kepala daerah. Artinya, keberlanjutan IPK di KabupatenBanyuwangi akan dipertanyakan jika Bupati Banyuwangi saat ini tidak menjabat lagi.Studi ini merupakan pendekatan post-positivistik dengan jenis penelitian kualitatif untukmenghasilkan data deskriptif yang bertujuan untuk menjelaskan kesiapan PemkabBanyuwangi dalam menjaga keberlanjutan inovasi melalui Sistem Inovasi Total (SIT) Ato-F. Teknik pengumpulan data dilakukan secara mixed method baik melalui kuesionerdan wawancara mendalam serta dokumentasi. Penelitian yang dilakukan sejak 1 Oktober2018 hingga 30 Mei 2019, menghasilkan 2 (dua) temuan penelitian. Temuan pertama,kesiapan Pemkab Banyuwangi dalam berubah dapat dikatakan siap, namun kesiapantersebut belum disertai dengan adanya kesiapan sistem inovasi yang terlembaga di dalamorganisasi tersebut. Kasus IPK di Kabupaten Banyuwangi, keempat elemen SIT A-to-Ftidak hadir secara utuh. Di elemen proses inovasi, Bupati Banyuwangi memainkan peranmulai dari A-to-F, namun bagaimana teknik inovasi, anggaran, waktu yang dialokasikanmasih belum terdokumentasi dengan baik. Begitu pula budaya kreatif yang saat ini mulaiterbentuk karena tingginya peran Bupati Banyuwangi dalam menginisiasi hal tersebut.Sementara itu, 2 (dua) elemen lainnya yaitu perencanaan strategis inovasi dan metrikinsentifinovasi masih belum ada di Pemkab Banyuwangi. Temuan kedua, untuk menjagakeberlanjutan inovasi melalui SIT A-to-F, ada faktor-faktor yang menjadi pendorong danjuga penghambat. Ada lima faktor pendorong yaitu adanya regulasi, adanya kompetisiinovasi, perekrutan sumber daya manusia unggul, keterlibatan organisasi non pemerintah,dan komitmen pimpinan organisasi. Sementara itu lima faktor penghambat yaitu belumada program inovasi secara khusus, belum ada peraturan daerah terkait inovasi, belumada studi-studi kebijakan terkait inovasi pelayanan publik, belum ada mekanisme insentifkhusus bagi inovator, dan tingginya intervensi Bupati Banyuwangi. ABSTRACT Regency of Banyuwangi is the leader of all regencies in term of public health serviceinnovation (IPK). In line with innovation practices of local governments at general, IPKpractices cannot be removed from high role of a local leader of Banyuwangi. It meansthat sustainable IPK practice will be questioned if the recent Regent of Banyuwangi willbe substituted in next period. The approach used in this study is the post-positivism withtype of qualitative research to yield descriptive data, aiming to describe readiness ofRegency of Banyuwangi in maintaining sustainable innovation through Total InnovationSystem (TIS) of A-to-F model. Data collection technique were derived by means of mixedmethod through questionare, depth interview and documentation as well. The duration ofresearch time which was started from October 1st 2018 up to May 30th, 2019, yieldingtwo study findings. First finding, readiness of Regency of Banyuwangi in context oforganizational change is ready, but this readiness has not been accompanied by thereadiness of an institutionalized innovation system within the organization. Case of IPKin Banyuwangi Regency, those elements of TIS A-to-F are not present completely. Atinnovation process element, the Regent of Banyuwangi plays role starting from A-to-Ffunctions, but how innovation technique, fund resouces, and time are not welldocumented. At creative culture element, role of Regent of Banyuwangi is central increating this culture. While, two elemens both strategic innovation planning and metricincentiveof innovation are not appearing in Regency of Banyuwangi. Second finding, tomaintain sustainable innovation through TIS of A-to-F model, there are supporting andhindering factors. The supporting factors are existence of regulation, existence ofinnovation competition, excellent human resources recruitment, involvement of nongovernmentorganizations, and leadership commitment. Whereas, the hindering factorsare absence of special innovation program, absence of local government regulation ofinnovation, absence of policy and innovation studies, absence of special incentivemechanism for innovators, and high intervention of Regent of Banyuwangi. |