ABSTRAK Ditetapkannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah, wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia telah dibagi ke dalam daerah provinsi, daerah kabupaten, dan daerah kota yang bersifat otonom. Berdasarkan Undang-Undang tersebut maka seluruh wilayah Indonesia telah terbagi habis ke dalam wilayah-wilayah dengan memiliki kewenangan-kewenangan tertentu. Sebagai bentuk pelaksanaan otonomi daerah, Pulau Batam ditetapkan menjadi Kota Batam sesuai Undang-Undang Nomor 53 Tahun 1999. Pembentukan Kota Batam menuai polemik karena sebelum lahir sebagai daerah otonom, segala urusan pemerintahan yang ada dilaksanakan oleh Otorita Batam. Melalui Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2007 Batam ditetapkan sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam untuk jangka waktu 70 (tujuh puluh) tahun. Namun peralihan dari Otorita Batam menjadi BP Batam terkesan hanya sekedar mengganti baju karena Pemerintah tidak secara tegas membagi kewenangan antara kedua lembaga tersebut. Bahkan Pemerintah mencampuradukkan praktek penyelenggaraan pemerintahan desentralisasi teritorial, desentralisasi fungsional, dan dekonsentrasi dalam satu wilayah Kota Batam. Penelitian ini menggunakan data sekunder berdasarkan peraturan perundang-undangan (yuridis normatif). Dari hasil penelitian diketahui bahwa penyelenggaraan tata kelola Pemerintah Kota Batam dengan BP Batam, Pemerintah Pusat menerapkan dekonsentrasi dan desentralisasi fungsional secara bersamaan. BP Batam dengan dekonsentrasi memiliki kewenangan yang lebih dominan dalam mengelola urusan strategis di Kota Batam daripada Pemerintah Kota Batam selaku daerah otonom. ABSTRACT ABSTRAK Ditetapkannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah, wilayahNegara Kesatuan Republik Indonesia telah dibagi ke dalam daerah provinsi, daerahkabupaten, dan daerah kota yang bersifat otonom. Berdasarkan Undang-Undang tersebutmaka seluruh wilayah Indonesia telah terbagi habis ke dalam wilayah-wilayah denganmemiliki kewenangan-kewenangan tertentu. Sebagai bentuk pelaksanaan otonomi daerah,Pulau Batam ditetapkan menjadi Kota Batam sesuai Undang-Undang Nomor 53 Tahun 1999.Pembentukan Kota Batam menuai polemik karena sebelum lahir sebagai daerah otonom,segala urusan pemerintahan yang ada dilaksanakan oleh Otorita Batam. Melalui PeraturanPemerintah Nomor 46 Tahun 2007 Batam ditetapkan sebagai Kawasan Perdagangan Bebasdan Pelabuhan Bebas Batam untuk jangka waktu 70 (tujuh puluh) tahun. Namun peralihandari Otorita Batam menjadi BP Batam terkesan hanya sekedar mengganti baju karenaPemerintah tidak secara tegas membagi kewenangan antara kedua lembaga tersebut. BahkanPemerintah mencampuradukkan praktek penyelenggaraan pemerintahan desentralisasiteritorial, desentralisasi fungsional, dan dekonsentrasi dalam satu wilayah Kota Batam.Penelitian ini menggunakan data sekunder berdasarkan peraturan perundang-undangan(yuridis normatif). Dari hasil penelitian diketahui bahwa penyelenggaraan tata kelolaPemerintah Kota Batam dengan BP Batam, Pemerintah Pusat menerapkan dekonsentrasi dandesentralisasi fungsional secara bersamaan. BP Batam dengan dekonsentrasi memilikikewenangan yang lebih dominan dalam mengelola urusan strategis di Kota Batam daripadaPemerintah Kota Batam selaku daerah otonom. ABSTRACT The enactment of Law Number 22 Year 1999 concerning Regional Government, the territoryof the Unitary State of the Republic of Indonesia has been divided into autonomousprovincial, district, and urban areas. Based on the Act, all regions of Indonesia have beendivided into regions by having certain authorities. As a form of implementation of regionalautonomy, Batam Island was established as Batam City according to Law Number 53 of1999. The establishment of Batam City was polemic because before it was born as anautonomous region, all existing government affairs were carried out by the Batam AuthorityAgency. Through Government Regulation Number 46 of 2007 Batam is designated as a FreeTrade and Free Port Zone for a period of 70 (seventy) years. But the transition from theBatam Authority to BP Batam seemed to be merely changing clothes because the Governmentdid not expressly divide the authority between the two institutions. Even the Governmentconfuses the practice of administering territorial decentralization, functionaldecentralization, and deconcentration in one area of Batam City. This study uses secondarydata based on legislation (normative juridical). Conclusion of the research has known thatthe Central Government implements deconcentration and functional decentralizationsimultaneously in terms of governancing Batam. BP Batam with deconcentration has moredominant authority in managing strategic affairs in Batam City than the Batam CityGovernment as an autonomous region. |