Polusi udara merupakan masalah penting yang terjadi di banyak daerah perkotaan. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa 91% orang di dunia menghirup udara yang tidak sehat. Kota-kota besar di Indonesia memang tidak luput dari masalah polusi udara khususnya kota Bandung. Sebagai kota metropolitan terbesar di Jawa Barat, Kota Bandung terus mengalami peningkatan pertumbuhan penduduk yang mengakibatkan bertambahnya luas lahan terbangun dan penurunan luas kawasan hijau. Hal tersebut dapat menimbulkan permasalahan berupa penurunan kualitas udara. Ditunjang dengan kondisi fisik Kota Bandung yang berupa cekungan sehingga sulit ditiup angin untuk menghilangkan konsentrasi pencemar yang ada. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis secara spasial sebaran pencemar di Kota Bandung dan menganalisis hubungan sebaran pencemar dengan pola sebaran suhu permukaan tanah, kerapatan bangunan dan kerapatan vegetasi. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah kadar pencemar dan citra Landsat 8 bulan kemarau tahun 2018. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode spasial berupa Interpolasi Terbalik Jarak Terbalik, Suhu Permukaan Tanah, Indeks Bangun Beda Normalisasi, dan Indeks Vegetasi Beda Normalisasi. Uji statistik menggunakan korelasi dan regresi Pearson Product Moment. Survei lapangan dilakukan untuk memverifikasi data tutupan lahan sebagai pengganti kerapatan vegetasi dan kerapatan bangunan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa model spasial sebaran konsentrasi pencemar menunjukkan pola yang hampir sama pada bulan kemarau tahun 2018 yaitu suhu permukaan tanah dan kerapatan bangunan yang relatif tinggi serta kerapatan vegetasi yang relatif rendah, kandungan pencemar yang tinggi. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa suhu permukaan tanah, kerapatan bangunan dan kerapatan vegetasi memiliki korelasi yang cukup kuat dengan pencemar dan hasil regresi menunjukkan bahwa suhu permukaan tanah, kerapatan bangunan dan kerapatan vegetasi berpengaruh signifikan terhadap pencemar. Air pollution is an important problem that occurs in many urban areas. The World Health Organization (WHO) states that 91% of people in the world breathe unhealthy air. Big cities in Indonesia are not free from air pollution problems, especially the city of Bandung. As the largest metropolitan city in West Java, the City of Bandung continues to experience an increase in population growth which results in an increase in the area of built land and a decrease in the area of green areas. This can cause problems in the form of decreased air quality. Supported by the physical condition of the city of Bandung in the form of a basin so that it is difficult to blow the wind to remove the existing pollutant concentration. This study aims to spatially analyze the distribution of pollutants in the city of Bandung and to analyze the relationship between the distribution of pollutants and the distribution patterns of soil surface temperature, building density and vegetation density. The data used in this study are pollutant levels and Landsat 8 images of the dry months of 2018. The method used in this study is a spatial method in the form of Reverse Interpolation, Land Surface Temperature, Normalization Difference Build Index, and Normalized Difference Vegetation Index. Statistical test using Pearson Product Moment correlation and regression. Field surveys were conducted to verify land cover data as a substitute for vegetation density and building density. The results showed that the spatial model of the distribution of pollutant concentrations showed a similar pattern in the dry month of 2018, namely relatively high ground temperature and building density and relatively low vegetation density, high pollutant content. The results of statistical tests show that soil surface temperature, building density and vegetation density have a strong enough correlation with pollutants and the regression results show that soil surface temperature, building density and vegetation density have a significant effect on pollutants. |