Warung makan sudah menjadi bagian penting dari kehidupan masyarakat di Kota Depok. Namun dibalik kenyamanan yang dirasakan konsumen warung makan, ada pekerja warung makan yang menerima gaji lebih kurang dari yang ditentukan dalam kebijakan upah minimum. Ini sangat menyedihkan karena pelanggaran kebijakan upah minimum terhadap pekerja warung makan, yang haknya harus dilindungi seperti halnya pekerja lain tidak diperhatikan oleh pemerintah. Atas dasar inilah, penulis ingin cari tahu gambaran umum tentang sistem pengupahan dalam usaha warung makan sebagai bagian dari sektor informal yang tentunya juga mendukung perekonomian kota Depok. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis empiris mewawancarai 20 warung makan di Kecamatan Beji Kota Depok untuk Kemudian penulis mengidentifikasi masalah secara deskriptif dan analitis upah pekerja warung makan. Dimana penulis menemukan masalahnya Sistem pengupahan pekerja warung makan di Kecamatan Beji Kota Depok tidak sesuai dengan ketentuan larangan pembayaran upah berdasarkan kebijakan upah minimum yang berlaku mengingat besarnya upah pokok yang diterima pekerja warung makan berada jauh di bawah UMK Depok. Terhadap kondisi ini, pemerintah tidak menegakkan hukum dalam bentuk sanksi atas dasar rasa kemanusiaan. Ini karena keterbatasan pemilik warung makan sebagai majikan untuk memberikan upah kepada pekerja kios makan sesuai kebijakan upah minimum, mengingat keuntungannya yang ada warung makan yang dihasilkan sebagai sumber penghasilan tidak banyak dan tidak banyak permanen. Penulis menyarankan agar ada pengawas ketenagakerjaan secara khusus ditugaskan untuk mengawasi penerapan sistem pengupahan Pekerja warung makan dan mekanisme wajib melaporkan hubungan kerja dan kondisi pekerja bagi pemilik warung makan sebagai majikan. Food stalls have become an important part of people's lives in Depok City. However, behind the convenience that food stall consumers feel, there are restaurant workers who receive a salary that is less than what is stipulated in the minimum wage policy. This is especially sad because the government does not pay attention to the violation of the minimum wage policy against food stall workers, whose rights must be protected just like any other worker. On this basis, the author wants to find out an overview of the wage system in the food stall business as part of the informal sector which of course also supports the economy of the city of Depok. This study uses a juridical empirical research method of interviewing 20 food stalls in Beji District, Depok City. Then the authors identify the problem descriptively and analytically the wages of food stall workers. Where the author finds the problem. The wage system for food stall workers in Beji Subdistrict, Depok City is not in accordance with the provisions on the prohibition of paying wages based on the applicable minimum wage policy considering that the amount of basic wages received by food stall workers is far below the Depok UMK. Against this condition, the government does not enforce the law in the form of sanctions on the basis of a sense of humanity. This is due to the limitations of stall owners eat as employer to provide wages to kiosk workers eating according to the minimum wage policy, given the benefits that food stalls generate as a source of income are not many and not much permanent. The author suggests that there should be labor inspectors specifically assigned to oversee the application of the wage system for food stall workers and the mechanism for reporting the employment relationship and conditions of workers for restaurant owners as employers. |