Latar belakang: Neisseria gonorrhoeae (NG) telah mengalami resistensi terhadap berbagai antibiotik. Setidaknya sepuluh negara telah melaporkan kegagalan pengobatan gonore dengan extended-spectrum cephalosporins (ESCs). Pengawasan berkelanjutan penting untuk menentukan pedoman pengobatan lokal.Tujuan: Mengetahui prevalensi NG yang resisten terhadap penisilin, tetrasiklin, levofloksasin, sefiksim, dan seftriakson pada kelompok risiko tinggi di Jakarta serta mengidentifikasi berbagai faktor yang berhubungan.Metode: Sebuah penelitian dengan desain potong lintang dilakukan di Jakarta pada September hingga November 2018. Terdapat 98 laki-laki dan perempuan berisiko tinggi yang memenuhi kriteria penelitian. Sediaan duh tubuh diambil dari uretra atau serviks, disimpan di media transport, kemudian diantarkan ke Laboratorium Mikrobiologi Klinik FKUI untuk biakan dan identifikasi. Uji resistensi dilakukan dengan metode difusi cakram sesuai rekomendasi Clinical and Laboratory Standard Institute (CLSI).Hasil: Dari seluruh spesimen yang dibiakkan, 35 di antaranya menunjukkan pertumbuhan isolat NG. Prevalensi NG yang resisten terhadap penisilin, tetrasiklin, levofloksasin, sefiksim, dan seftriakson pada kelompok risiko tinggi di Jakarta adalah 97,1%; 97,1%; 34,3%; 0%; 0%. Usia, orientasi seksual, riwayat konsumsi antibiotik, berhubungan seksual secara komersial, dan berhubungan dengan pasangan seksual dari luar kota tidak berhubungan dengan NG yang resisten terhadap levofloksasin.Kesimpulan: Tidak ditemukan isolat NG yang resisten terhadap sefiksim dan seftriakson. Hasil tersebut menunjukkan bahwa sefiksim dan seftriakson efektif mengobati gonore di Jakarta. Tidak ada faktor yang berhubungan dengan resistensi pada penelitian ini. Background: Neisseria gonorrhoeae (NG) has developed resistance to various antimicrobials. At least ten countries have reported treatment failures with extended-spectrum cephalosporins (ESCs). Continuous surveillance is important to determine local treatment guideline.Objectives: To determine the resistance rates of NG to penicillin, tetracycline, levofloxacin, cefixime, ceftriaxone among the high-risk population in Jakarta, and identify the associated factors.Methods: A cross-sectional study was conducted in Jakarta, Indonesia from September to November 2018. A total of 98 high-risk men and women fulfilled the studies’ criteria. The specimens were collected from urethral or endocervical swabs, put into Amies transport media, and then transported to the Laboratory of Clinical Microbiology Universitas Indonesia for culture and identification. Proven gonococcal isolates were examined for susceptibility to various antibiotics using the disk diffusion method according to Clinical and Laboratory Standard Institute (CLSI) recommendation.Results: Among 98 specimens, 35 were confirmed to be NG. The NG resistance rates to penicillin, tetracycline, levofloxacin, cefixime, and ceftriaxone among high-risk population were 97,1%; 97,1%; 34,3%; 0%; 0%. Age, sexual orientation, history of antibiotic consumption, commercial sexual activities, and sexual activities with partners from other regions were not associated with the resistance to levofloxacin.Conclusion: No resistance to cefixime and ceftriaxone was reported. This finding indicates that they are still effective to treat gonorrhea in Jakarta. There were no associated factors identified in this study. |