Latar belakang. HIV/AIDS merupakan penyakit kronik yang memiliki spektrum klinis yang sangat luas, memerlukan terapi seumur hidup, dan dapat menurunkan kualitas hidup. Belum terdapat alat evaluasi keluhan penyakit dan efek samping pengobatan pasien HIV/AIDS yang sederhana untuk digunakan saat evaluasi di rawat jalan. Pemantauan keluhan secara objektif penting karena berhubungan dengan kualitas hidup dan kepatuhan berobat pasien HIV/AIDS. Belum diketahui apakah pasien HIV/AIDS yang sudah dalam terapi masih memiliki banyak keluhan yang dapat mempengaruhi kualitas hidupnya secara keseluruhan. Tujuan. Menilai keandalan kuesioner Indeks Simtom HIV untuk menilai keluhan pasien HIV/AIDS, mengetahui profil keluhan pasien HIV/AIDS di Indonesia dengan menggunakan kuesioner Indeks Simtom HIV, mengetahui korelasi keluhan dengan kualitas hidup pasien HIV/AIDS. Metode. Penelitian ini merupakan studi potong lintang pada subjek pasien HIV/AIDS yang berobat jalan rutin di poliklinik HIV. Subjek direkrut secara random pada September hingga November 2018 di RS Cipto Mangunkusumo, Jakarta. Uji coba kuesioner dilakukan pada 20, dan evaluasi keluhan dilakukan pada 87 subjek. Sebelum uji coba, dilakukan proses adaptasi bahasa kuesioner Indeks Simtom HIV yang dikembangkan Justice et al ke bahasa Indonesia dengan metode Beaton dan Guillemin. Setelah itu dilakukan uji keandalan dengan analisis Alpha Cronbach's a coefficient, serta uji validitas internal dengan multitrait scaling analysis. Selanjutnya evaluasi keluhan dilakukan pada pasien di unit pelayanan terpadu HIV RS Cipto Mangunkusumo. Bersamaan dengan itu subjek juga dinilai kualitas hidupnya dengan kuesioner WHOQOL-HIV BREF. Dilakukan analisis korelasi keluhan dengan kualitas hidup dengan analisis korelasi spearman. Hasil. Kuesioner Indeks Simtom HIV hasil adaptasi bahasa Indonesia andal (Cronbach alpha 0,760) dan valid (korelasi multitrait >0,4) untuk menilai keluhan pasien HIV/AIDS. Keluhan yang terbanyak dialami subjek adalah kelelahan (55,7%), gangguan tidur (43,3%), pusing/keliyengan (42,3%), masalah pada kulit (42,3%) dan nyeri, mati rasa, atau kesemutan di kaki atau tangan (39,2%), sementara yang paling jarang adalah demam (15,5%), batuk (20,6%), mual (20,6%), diare (21,6%), dan penurunan nafsu makan (23,7%). Korelasi keluhan pasien HIV/AIDS saat rawat jalan dengan kualitas hidup tidak ada (r=-0,245, p=0,022), terdapat korelasi sedang antara keluhan dengan tingkat independensi (r =-0,575, p < 0,001), dan terdapat korelasi lemah dengan domain fisik, sosial, lingkungan, spiritual (r > -0,3, p < 0,05). Kesimpulan. Penggunaan kuesioner Indeks Simtom HIV dalam bahasa Indonesia sahih dan andal untuk menilai keluhan pasien HIV/AIDS dengan lebih objektif. Tiga keluhan terbanyak yang dialami pasien HIV yang sudah mendapat terapi antiretroviral adalah kelelahan atau kurang energi, pusing atau keliyengan, dan gangguan tidur, keluhan tersebut berkaitan dengan efek samping terapi antiretroviral. Keluhan pasien HIV/AIDS yang sudah mendapat terapi tidak berhubungan dengan kualitas hidup. Backgrounds. HIV/AIDS is a chronic disease with a wide clinical spectrum which needs a long life treatment, and could decrease quality of life. There is yet a simple tool to evaluate symptoms of HIV infection and treatments side effect that can be used in outpatient setting. Objective symptoms measurement is important because it is correlated to treatment adherence and progressivity of the disease. Whether symptoms in outpatient HIV subjects whom are already treated are correlated to the quality of life is not yet known. Reliability of Indonesian version of HIV Symptom Index for measuring symptoms of HIV/AIDS patients, knowing the symptom profile/pattern of HIV/AIDS patients in Indonesia using HIV Symptom Index, and knowing the correlation between symptoms and quality of life in HIV/AIDS patients. Method. It is a cross sectional study in outpatient HIV/AIDS subjects. Subjects are recruited randomly in Cipto Mangunkusumo National Hospitals HIV clinic from September until November 2018. Questionaire reliability assessment is done on 20 subjects, and symptom evaluation is done on 87 subjects. Language adaptation from the original english version into Indonesian was done with Beaton and Guillemin method. Realibility of Indonesian version of HIV Symptom Index was tested by alpha cronbachs a coefficient analysis, and the internal validity was tested with multitrait scaling analysis. The Valid and reliable Indonesian version of HIV Symptom Index is then used to profile the symptom pattern of HIV/AIDS patients in Cipto Mangunkusumo National Hospital. Quality of life of the subjects were measured with WHOQOL-HIV BREF questionnaire. Correlation between symptoms and quality of life was analyzed with spearman correlation analysis. Result. Indonesian version of HIV Symptom Index is reliable (cronbach alpha 0,76) and valid (multitrait correlation >0,4) to measure symptoms of HIV/AIDS patients. The most common symptom is fatigue (55,7%), followed by insomnia (43,3%), dizziness and lightheaded (42.3%), skin problems (42,3%), and pain, numbness, or tingling in the hands or feet (39,2%). The rarest symptoms are fever (15,5%), cough (20,6%), nausea or vomiting (20,6%), diarrhea (21,6%), and lost of appetite (23,7%). Symptoms of HIV/AIDS patients treated with Antiretroviral (ARV) are not correlated with the quality of life (r=0,245, p=0,022) but have a moderate correlation with independence domain (r=0,575, p<0,001), and have a weak correlation with physical, social, environment, and spiritual domains (r>-0,3, p<0,05). Conclusion. Indonesian version of HIV symptom Index is reliable and valid to measure symptoms of HIV/AIDS patiens objectively. Three most frequent symptoms are fatigue or weakness, dizzines or lightheaded, and insomnia. These symptoms are related to side effects of antiretroviral therapy. Symptoms of ARV treated HIV/AIDS patients were not correlated with the quality of life. |