Tesis ini membahas mengenai pelaksanaan Penugasan Pemerintah atas Pengusahaan Jalan Tol Trans Sumatera yang dilaksanakan oleh PT.Hutama Karya (Persero), yangmerupakan Badan Usaha Milik Negara dengan kepemilikan saham negara sebesar 100% (seratus persen), sebagaimana diketahui bahwa disatu sisi APBN tidak mampu mendanai program pembangunan infrastruktur secara keseluruhan, namun disisi lain infrastruktur dibutuhkan agar dapat menopang pertumbuhan ekonomi nasional, makadari itu Pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla melakukan percepatan pembangunan jalan tol di Sumatera berdasarkan Master Plan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) 2011-2025 yang telah ditetapkan Pemerintahan Soesilo Bambang Yudhoyono-Boediono. Pengusahaan Jalan Tol Trans Sumatera adalah investasi yang secara finansial tidak layak. Adapun dalam Undang-Undang Nomer 19 Tahun 2003 tentang BUMN (UUBUMN) dan lebih spesifik lagi pada pasal 65 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomer 45 Tahun 2005 yang merupakan turunan aturan pelaksanaan UUBUMN, mewajibkan Pemerintah memberikan kompensasi atas semua biaya yang telah dikeluarkan oleh BUMN yang melaksanakan Penugasan yang tidak layak finansial, termasuk margin yang diharapkan. Bahwa Pemerintah berperan aktif memainkan peran BUMN dalam menyediakan barang jasa publik dalam hal ini membangun Jalan Tol Trans Sumatera, tentunya sejalan dengan konsepsi negara kesejahteraan (welfare state), namun peran aktif tersebut tentunya terkendala ketika Negara juga oleh aturan memiliki kewajiban memberikankompensasi atas biaya termasuk margin sedangkan APBN tidak mampu mendanai program pembangunan infrastruktur yang porsi kebutuhannya sangat besar. Selain itu penulisan tesis ini akan membahas kendala klasik dalam pembangunan untuk kepentingan umum yaitu masalah pembebasan lahan, yang tentunya menganalisa penerapan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, sebagaimana dikomitmenkan bersama Pemerintah Pusat dan Daerah dalam Service Level Agreement untuk mendukung percepatan pembangunan infrastruktur dalam hal ini Jalan Tol Trans Sumatera. This thesis discusses the implementation of the Government Assignment for the Business of the Trans Sumatra Toll Road implemented by PT. Hutama Karya (Persero), which is a State-Owned Enterprise with 100% (one hundred percent) state ownership, as it is known that on the one hand the APBN is unable to fund the overall infrastructure development program, but on the other hand infrastructure is needed in order to sustain national economic growth, therefore the Government of Joko Widodo-Jusuf Kalla accelerated the construction of toll roads in Sumatra based on the Master Plan for the Acceleration and Expansion of Indonesian Economic Development 2011-2025 (MP3EI) that had been set by the Soesilo Bambang Yudhoyono-Boediono Government. Business of the Trans Sumatra Toll Road is an investment that is financially inadequate. As for Law Number 19 of 2003 concerning BUMN and more specifically in article 65 paragraph (3) Government Regulation Number 45 of 2005 which is a derivative of the rules for implementing UUBUMN requires the Government to compensate for all costs incurred by SOEs that carry out assignments that are financially not feasible, including the expected margin. That the Government has an active role in playing the role of SOEs in providing public goods services in this case build the Trans Sumatra Toll Road, certainly in line with the conception of the welfare state, however, the active role is certainly constrained when the State also has the obligation to provide compensation for costs including margins while the APBN is unable to fund infrastructure development programs, the portion of which is very large. In addition, this thesis will discuss the classic constraints in development for the public interest, is a problem of land acquisition, which isanalyzes the application of Law Number 2 of 2012 concerning Land Procurement for Development in the Public Interest, as committed together with the Central andRegional Governments in the Service Level Agreement to support the acceleration of infrastructure development in this case the Trans Sumatra Toll Road. |