Disney's liliths and fear for female subjectivity = Lilith dalam disney dan kecemasan terhadap subjektivitas dalam perempuan
Ken Rahmalia;
Inditian Latifa, supervisor; Muhammad Fuad, examiner; Khunou, Grace
(Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2019)
|
Dalam diskursus yang ada di sekitar tokoh penjahat wanita Disney, sering kali karakteristik yang mereka miliki diatribusikan kepada faktor identitas di luar keperempuanan mereka, karena karakteristik-karakteristik ini dinilai terlalu maskulin untuk dimiliki seorang perempuan. Subjektivitas, karakteristik penting yang ada di setiap tokoh penjahat perempuan Disney, adalah salah satunya. Dengan membahas film animasi Disney Cinderella (1950) dan Snow White and the Seven Dwarfs (1937) dan membandingkan naratif yang ada di sekitar karakter-karakter antagonis mereka dengan mitos Lilith, artikel ini berargumen bahwa meski subjektifitas adalah sebuah sebuah karakteristik yang hadir berdampingan dengan keperempuanan sejak dahulu kala dalam figur-figur perempuan, subjektivitas tetap menjadi suatu karakteristik yang tidak diterima untuk dimiliki perempuan. Sama seperti Lilith, karakter-karakter perempuan Disney yang menunjukkan subjektivitas tinggi sering dicap buruk karena status subjek mereka dan tidak bertindak sebagai penerima pasif dari jalannya takdir. Ditambah lagi, naratif-naratif ini terlihat mendukung anggapan bahwa perempuan tidak dapat memiliki tanggung jawab yang diperlukan sebuah individu dengan status subjek. In the discourse surrounding Disney villainesses, it is often believed that female antagonists owe their characteristics to identities outside of their femaleness, due to the understanding that they own traits deemed too ‘masculine’ for women. Subjectivity, a defining trait present in every single one of the Disney villainesses, is one of them. Examining the animated Disney movies Cinderella (1950) and Snow White and the Seven Dwarfs (1937), and comparing the narratives surrounding their antagonists to the myth of Lilith, this article argues that while subjectivity is a trait that have always coexisted with femininity in women since the very beginning of time, subjectivity is still a trait not accepted in women. Just as the case with Lilith, Disney’s female characters with strong displays of subjectivity are often vilified for displaying their subjective status instead of acting as passive recipients to the dealings of fate. Additionally, the narratives seem to reinforce the notion that these subjective females are incapable of handling the responsibility that comes with their subject status. |
TA-ken_rahmalia-karya_akhir-unknown-full_text-_1.pdf :: Unduh
|
No. Panggil : | TA-pdf |
Entri utama-Nama orang : | |
Entri tambahan-Nama orang : | |
Entri tambahan-Nama badan : | |
Subjek : | |
Penerbitan : | Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2019 |
Program Studi : |
Bahasa : | eng |
Sumber Pengatalogan : | LibUI eng rda |
Tipe Konten : | text |
Tipe Media : | computer |
Tipe Carrier : | online resource |
Deskripsi Fisik : | 18 pages : Illustration ; 28 cm |
Naskah Ringkas : | |
Lembaga Pemilik : | Universitas Indonesia |
Lokasi : | Perpustakaan UI, Lantai 3 |
No. Panggil | No. Barkod | Ketersediaan |
---|---|---|
TA-pdf | 16-22-70642310 | TERSEDIA |
Ulasan: |
Tidak ada ulasan pada koleksi ini: 20494855 |