ABSTRAK Implementasi kebijakan kerja sama pelayanan darah (Quickwins) merupakan strategipemerintah menyelesaikan masalah tingginya kematian ibu dan terbatasnya ketersediaandarah di Indonesia. Sejak diimplementasikan tahun 2015, masih terdapat kesenjanganimplementasi antar kabupaten/kota di Banten. Tesis ini membahas bagaimana dan apa yangterjadi dalam implementasi kebijakan kerja sama pelayanan darah di Provinsi Banten Tahun2018 ditinjau dari kemampuan petunjuk teknis dalam Permenkes no 92 tahun 2015menstrukturisasi proses implementasi, mudah-sulitnya masalah teknis untuk dikendalikan,lingkungan eksternal kebijakan, faktor pendukung dan penghambat implementasi.Penelitian ini adalah penelitian kualitatif menggunakan metode wawancara mendalam,diskusi kelompok terarah dan telaah dokumen. Kriteria informan penelitian adalah unsurpimpinan dan petugas pengelola kebijakan yang ada di Kementerian Kesehatan, DinasKesehatan Provinsi Banten, Dinas Kesehatan Kota Cilegon, Puskesmas, UTD, dan RS.Hasil penelitian menemukan bahwa hanya 1 dari 8 kabupaten/ kota di Banten yaitu Cilegonyang memiliki nota kesepahaman (MoU) sesuai Permenkes No 92 Tahun 2015. Hal inikarena belum dipahaminya urgensi nota kesepahaman oleh implementor, dan ada benturankepentingan dengan kebijakan lain. Hambatan teknis implementasi adalah kompleksitasstruktur implementor, anggaran untuk rekrutmen donor, mispersepsi di masyarakat, dankesulitan koordinasi akibat fragmentasi organisasi. Dari hasil disimpulkan bahwa adamodifikasi dalam implementasi kebijakan kerja sama pelayanan darah di Provinsi Bantenmenyesuaikan dengan kondisi dan kapasitas masing-masing kabupaten/kota. Perludilakukan monitoring terhadap seberapa jauh modifikasi yang dilakukan, seberapa besarefektivitasnya dan ada tidaknya penyimpangan dari tujuan. Implementasi kebijakan kerjasama pelayanan darah perlu didukung dengan penguatan sistem rujukan dan pelayanankesehatan ibu yang adekuat agar dapat berdampak langsung terhadap penurunan AKI. ABSTRACT The policy implementation on blood service cooperation (Quickwins) is a governmentstrategy to solve the problem of high maternal mortality and limited blood availability inIndonesia. Since it was implemented in 2015, there are still implementation gaps betweendistricts / cities in Banten. This study discusses how and what happened in theimplementation of blood service cooperation policy in Banten Province in 2018 in terms ofthe ability of technical instructions in Minister of Health Regulation No. 92 of 2015 tostructure the implementation process, tractability of the problems, external policyenvironment, supporting factors and barriers. This research is a qualitative study using indepthinterviews, focus group discussions and document review. The criteria of the researchinformants were elements of the leadership and policy management officers in the Ministryof Health, Banten Provincial Health Office, Cilegon City Health Office, CHC, BTC, andHospital. The study found that only 1 out of 8 regencies / cities in Banten, namely Cilegon,had a memorandum of understanding (MoU) in accordance with Minister of HealthRegulation No. 92 of 2015. This was because the urgency of the MoU was not yetunderstood, and there were conflicts of interest with other policies. Technical barriers toimplementation are the complexity of the implementor structure, the budget for donorrecruitment, misperception in the community, and coordination difficulties due toorganizational fragmentation. The result concluded that there was a modification in theimplementation of the blood service cooperation policy in Banten Province in accordancewith the conditions and capacities of each district / city. It is necessary to monitor how farthe modifications are made, how effective and whether there is a deviation from the goal.The implementation of a blood service cooperation policy needs to be supported bystrengthening the referral system and maternal health services.
|