Di tengah maraknya kecenderungan untuk bersikap konservatif dan mengutamakan aspek prudensial di kalangan bankir, riset mengenai industri perbankan ini mencoba untuk mendapatkan pandangan baru atas paradoks yang dihadapi oleh bank Petahana dalam mengadopsi Inovasi Disruptif (Disruptive Innovation) dalam bentuk layanan perbankan tanpa cabang (branchless banking), untuk memperluas layanan keuangan ke segmen di bawah piramida perekonomian (Bottom of Pyramid). Meskipun ditengarai terdapat adanya potensi bisnis besar yang dapat diperoleh melalui penyediaan layanan bagi nasabah segmen dibawah piramida yang masih belum mendapatkan layanan pada saat ini (underbanked), pengamatan para peneliti atas praktek yang terjadi di pasar memperlihatkan bahwa hanya beberapa Petahana yang mampu untuk mengembangkan kapabilitas unik yang dibutuhkan untuk dapat merebut dan memperoleh kesempatan bisnis baru yang berbasis prinsip Inovasi Disruptif. Dalam rangka untuk mendapat resolusi dari adanya celah pengetahuan di mana pada pihak Petanaha terlihat memiliki kapabilitas yang terbatas untuk dapat merebut kesempatan berbasis prinsip invoasi disruptif; dan di pihak lainnya didorong kebutuhan untuk terus mengejar kesempatan bisnis baru; riset ini mengembangkan konstruk baru yang disebut sebagai Disruptive Innovation Seizing Capability (Kapabilitas Merebut Inovasi Disruptif), yang menghubungkan teori Inovasi Disruptif dengan teori Kapabilitas Dinamis (Dynamic Capability), dan berfungsi untuk menjadi kerangka kerja dalam mengidentifikasikan lebih jauh faktor-faktor yang memperkuat komitmen Petahana dalam mengejar potensi bisnis baru berbasis Inovasi Disruptif. Melalui penggunaan analisa berbasis Structural Equation Modeling (SEM) terhadap data 175 responden yang dikumpulkan dari 12 bank yang di Indonesia, Peneliti menemukan bahwa para Petahana didalam riset ini didorong oleh orientasi stratejik berbasis bertahan (Defensive Orientation), dan bukan didorong oleh orientasi stratejik yang berbasis agresivitas untuk meraih kesempatan di pasar. Temuan ini menimbulkan implikasi bahwa para Petahana yang menjadi responden dari riset ini dimotivasi oleh dorongan untuk melakukan efisiensi, yang berlawanan dengan pertanyaan resmi mengenai tujuan pengembangan layanan perbankan tanpa cabang, yaitu dalam rangka pengembangan pangsa pasar yang baru. Selain itu, riset ini juga menyangkal pendapat sebelumnya atas pentingnya konsensus sebagai salah satu faktor pendorong adopsi Inovasi Disruptif. Secara keseluruhan, riset ini memberikan kontribusi teoretis dalam bentuk perluasan pengetahuan mengenai teori Kapabilitas Dinamis, melalui bukti empiris atas hubungan Kapabilitas Dinamis dengan Inovasi Disruptif. Di samping itu, riset ini juga memberikan kontribusi manajerial dalam bentuk kerangka kerja DISC, yang dapat digunakan oleh manajer sebagai panduan bagi pelaksanaan transformasi digital, yang kerap membutuhkan adopsi atas Inovasi Disruptif. In consideration of the prudency and pervasive conservatism of bankers, this research on the banking industry attempts to understand the paradox regarding how incumbent banks adopt disruptive innovation in the form of branchless banking to provide financial services to the bottom of the pyramid (BOP) customer segments. Although serving underserved BOP customers has incredible potential, a closer look at the market reveals that there are only a few incumbents able to develop the necessary set of unique capabilities required to seize and capitalize on disruptive innovation opportunities. To resolve the gap in the literature regarding the meager capability of incumbents to seize disruptive innovation-based opportunities, this research advances a novel construct, disruptive innovation seizing capabilities (DISC), which links disruptive innovation with dynamic capabilities and serves as a framework to further identify the factors strengthening incumbents’ commitment to pursue disruptive innovation opportunities. By applying structural equation modeling (SEM) analysis to a sample set of 175 data points derived from 12 Indonesia banks, we find that the incumbents in our study are driven by a defensive orientation rather than strategic aggressiveness to address market opportunities. This finding implies that the incumbents in our sample are motivated to launch the branchless banking initiative because of the pursuit of efficiency rather than their stated objective of market expansion. Additionally, the results of the study refute previous suggestions regarding the important role of consensus as an antecedent that drives the adoption of disruptive innovation. Overall, this research provides an important theoretical contribution in the form of expanding our understanding of the dynamic capabilities framework by linking the construct with disruptive innovation (DI) theory. Finally, this research also provides managerial contributions in the form of the DISC framework, which can be used as a guide for managers leading digital transformation initiatives, which often require the adoption of disruptive innovations, in their organizations. |