Hubungan paparan aflatoksin B1 bersumber kacang tanah dengan kejadian stunting pada balita usia 36-59 bulan (Studi cross sectional di Kelurahan Kebon Kalapa, Bogor Tengah) = The association between exposure of aflatoxin B1 from processed peanut products and stunting in infants aged 36-59 months (Cross Sectional Study in Kebun Kelapa, Bogor Tengah
Eva Yuliana Fitri;
Ratna Djuwita Hatma, supervisor; Achmad Syafiq, supervisor; Dwi Nastiti Iswarawanti, examiner; Tanti Lanovia, examiner
(Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019)
|
Pendahuluan : Indonesia sebagai negara yang memiliki angka stunting tertinggi di Asia Tenggara menghadapi kenyataan adanya double burden terkait permasalahan stunting. Berbagai intervensi telah dilakukan untuk menurunkan angka kejadian stunting di Indonesia, tetapi nilainya tidak mengalami penurunan yang signifikan selama 10 tahun terakhir (>30%). Anak – anak memerlukan asupan makanan untuk tumbuh kembangnya, makanan tersebut tidak hanya bergizi tetapi juga harus memenuhi persyaratan kemananan pangan. Salah satu masalah keamanan pangan adalah adanya cemaran aflatoksin pada produk pangan. Aflatoksin merupakan metabolit sekunder yang dihasilkan oleh kapang Aspergilus flavus dan Aspergilus parasiticus yang dapat mengkontaminasi berbagai komoditas pertanian seperti jagung dan kacang-kacangan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara paparan AFB1 bersumber kacang tanah dengan kejadian stunting pada balita usia 36-59 bulan di Kelurahan Kebon Kalapa, Bogor Tengah. Metode : Penelitian menggunakan disain cross-sectional. Sebanyak 243 anak usia 36-59 bulan menjadi sampel pada penelitian ini. Data diperoleh menggunakan metode dietay and exposure assessment melalui wawancara, pengukuran antropometri serta pengujian sampel produk makanan. Data dianalisis menggunakan beberapa uji statistik, untuk multivariat menggunakan regresi linier ganda. Hasil : Terdapat inverse relationship (β= -0,035) antara paparan aflatoksin B1 (ng/kgbb/hari) dengan kejadian stunting meskipun tidak signifikan (p=0,120) setelah dikontrol oleh variabel panjang lahir dan tinggi Ibu. Asosiasi yang tidak signifikan ini dimungkinkan karena adanya dugaan threshold value aflatoksin dalam menyebabkan gagal tumbuh pada anak. Hubungan antara durasi waktu terpapar AFB1 (bulan) terhadap kejadian stunting memiliki inverse relationship (β= -0,019) dan bermakna secara statistik (p=0,008) setelah dikontrol oleh variabel panjang lahir, berat lahir, dan pendapatan. Kesimpulan : Belum cukup bukti untuk menyatakan hubungan yang signifikan antara paparan aflatoksin B1 dan stunting pada penelitian ini. Namun, adanya dugaan asosiasi dan threshold value aflatoksin dalam perlambatan pertumbuhan dapat dijadikan pertimbangan untuk melakukan penelitian lebih lanjut guna mengetahui hubungan yang sebenarnya antara paparan aflatoksin dan stunting. Introduction: Indonesia as the country with the highest stunting rate in Southeast Asia faces the reality of a double burden related to the stunting problems. Various interventions have been carried out to reduce the incidence of stunting in Indonesia, but the value has not decreased significantly over the past 10 years (> 30%). Children need food for their growth and development, these foods are not only nutritious but also must meet food safety requirements. One of the problems of food safety is the presence of aflatoxin contamination in food products. Aflatoxin is a secondary metabolite produced by the molds of Aspergilus flavus and Aspergilus parasiticus which can contaminate various agricultural commodities such as corns and peanuts. This study aims to determine the relationship between aflatoxin B1 exposure and the incidence of stunting in children aged 36-59 months in Kebon Kalapa District, Bogor Tengah. Method: This study used cross-sectional design. A total of 243 children aged 36-59 months were sampled in this study. Data were obtained by dietay and exposure assessment methods through interviews, anthropometric measurements and testing of food product samples. Data were analyzed using several statistical tests, for multivariates using multiple linear regression. Results: There was an inverse relationship (β= -0.035) between aflatoxin B1 exposure (ng/kgbb/day) and stunting although it is not significant (p = 0.120) after being controlled by birth length and mother’s height variable. Whereas the relationship between the duration of AFB1 exposure (months) and stunting has an inverse relationship (-0,019) and statistically significant (p = 0,008) after being controlled by variable birth length, birth weight, and income. Conclusion: There is not enough evidence to state a significant relationship between aflatoxin exposure and stunting in this study. However the existence of alleged of associations and threshold value of aflatoxin in growth retardation can be taken into consideration to conduct further research to determine the actual relationship between aflatoxin exposure and stunting. |
T52835-Eva Yuliana Fitri.pdf :: Unduh
|
No. Panggil : | T52835 |
Entri utama-Nama orang : | |
Entri tambahan-Nama orang : | |
Subjek : | |
Penerbitan : | Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019 |
Program Studi : |
Bahasa : | ind |
Sumber Pengatalogan : | |
Tipe Konten : | text |
Tipe Media : | unmediated ; computer |
Tipe Carrier : | volume ; online resource |
Deskripsi Fisik : | xviii, 72 pages : illustration ; 28 cm + appendix |
Naskah Ringkas : | |
Lembaga Pemilik : | Universitas Indonesia |
Lokasi : | Perpustakaan UI, Lantai 3 |
No. Panggil | No. Barkod | Ketersediaan |
---|---|---|
T52835 | 15-20-479450573 | TERSEDIA |
Ulasan: |
Tidak ada ulasan pada koleksi ini: 20495384 |