Posisi elite pribumi dalam birokrasi pemerintahan di Jawa Tengah 1918-1924 = The position of indigenous elite in government bureaucracy in Central Java 1918-1924
Shabrina;
R. Achmad Sunjayadi, supervisor; Pesulima, Barbara Elisabeth Lucia, examiner; Fajar Muhammad Nugraha, examiner
(Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2020)
|
Posisi elite pribumi dalam birokrasi pemerintahan di Jawa Tengah merupakan fokus utama dalam penelitian ini. Permasalahan yang diajukan adalah bagaimana posisi elite pribumi dalam sistem birokrasi kolonial di wilayah Jawa Tengah 1918-1924. Periode yang diteliti dimulai dari tahun 1918, ketika pemerintah kolonial mulai memberlakukan kebijakan Ontvoogding Ordonanntie (Ordonansi Pembebasan Perwalian) dan berakhir pada 1924 dengan diberlakukannya Regentschapsordonantie (Ordonansi Kabupaten). Metode yang digunakan adalah metode sejarah didukung dengan model lapisan sosial dari Roland Mousnier dan konsep kekuasaan dari Michael Mann. Sumber primer yang digunakan adalah Staatsblad van Nederlandsch-Indiƫ dan majalah Pedoman Prijaji. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bupati memegang posisi tertinggi dalam birokrasi pemerintahan pribumi di wilayah Jawa Tengah berdasarkan aturan turun-temurun yang diberikan oleh pemerintah kolonial sejak abad ke-19. Sikap pemerintah kolonial yang tidak memberikan kebebasan menimbulkan adanya perlawanan dari para elite birokrasi pribumi. Pemerintah kolonial memberi respon dengan menyerahkan kekuasaan dan wewenang kabupaten kepada pemerintah pribumi. The position of indigenous elite in government bureaucracy in Central Java is the main focus of this research. The problem proposed is how the position of indigenous elite in the colonial bureaucracy in Central Java region 1918-1924. The period of this research starts from 1918, when the colonial government to released Ontvogding Ordonanntie (Freedom Ordonance) policy and ended in 1924 releasement of the Regentschaps Ordonanntie (Regency Ordonance) policy. The method used the historical methods supported with social layer model from Roland Mousnier and authority concept from Michael Mann. Primary resources used Staatsblad van Nederlandsch-Indiƫ and Pedoman Prijaji. The result shows that regent holds the highest position of native government bureaucracy in Central Java region based on hereditary rule that has been given by colonial government since the nineteenth century. The attitude of colonial government which did not provide freedom led to resistance from indigenous bureaucracy elite. The colonial government responded by handing over the power and authority of the regency to the native government. |
TA-pdf-Shabrina.pdf :: Unduh
|
No. Panggil : | TA-pdf |
Entri utama-Nama orang : | |
Entri tambahan-Nama orang : | |
Entri tambahan-Nama badan : | |
Subjek : | |
Penerbitan : | Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2020 |
Program Studi : |
Bahasa : | ind |
Sumber Pengatalogan : | LibUI ind rda |
Tipe Konten : | text |
Tipe Media : | computer |
Tipe Carrier : | online resource |
Deskripsi Fisik : | vii, 25 pages : illustrations ; 28 cm |
Naskah Ringkas : | |
Lembaga Pemilik : | Universitas Indonesia |
Lokasi : | Perpustakaan UI, Lantai 3 |
No. Panggil | No. Barkod | Ketersediaan |
---|---|---|
TA-pdf | 16-21-100517595 | TERSEDIA |
Ulasan: |
Tidak ada ulasan pada koleksi ini: 20499576 |