ABSTRAK Pada tahun 2018, menurut UNHCR, di Indonesia tercatat sekitar 14.000 pengungsi yang datang dari luar negeri. Indonesia bukanlah negara yang meratifikasi Konvensi 1951 dan Protokol 1967 sehingga Indonesia tidak diwajibkan untuk memberikan hak para pengungsi yang tercantum dalam kedua perjanjian internasional tersebut. Di Indonesia sendiri, lebih dari 50% pengungsi berasal dari Afghanistan dan banyak dari mereka adalah perempuan. Perempuan pengungsi Afghanistan di DKI Jakarta mengalami berbagai bentuk masalah seperti; sulit mengakses kebutuhan dasar, terlantar, dimarginalisasi, hingga mengalami berbagai bentuk kekerasan. Penelitian ini berusaha menjelaskan pengalaman dan kompleksitas kekerasan yang dialami para perempuan pengungsi Afghanistan di DKI Jakarta dan dianalisis dengan teori Interseksionalitas Crenshaw dan teori Susan Forbes Martin. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus. Data diperoleh melalui wawancara mendalam dan observasi kepada 6 subjek penelitian. Penelitian ini juga menggunakan pendekatan berperspektif gender untuk menggali lebih dalam pengalaman perempuan pengungsi Afghanistan. Hasilnya, dari awal mereka memutuskan menjadi pengungsi sampai mereka tinggal di Indonesia, terdapat keputusan-keputusan yang dipengaruhi oleh faktor-faktor yang membentuk diri mereka sebagai perempuan. Perempuan pengungsi Afghanistan mengalami kompleksitas kekerasan yang berbeda-beda sesuai dengan identitas berlapis yang mereka miliki seperti status kewarganegaraan, ekonomi, kelas sosial, pendidikan, budaya, agama, maupun status pernikahan. ABSTRACT In 2018, according to UNHCR, in Indonesia there were around 14,000 refugees coming from various countries. More than 50% of refugees in Indonesia are from Afghanistan and many of them are women. Afghan refugee women in DKI Jakarta experience various forms of problems such as; difficult to access basic needs, neglected, marginalized, and experience various forms of violence. This research attempts to explain the experience and complexity of the violence experienced by Afghan refugee women in DKI Jakarta. This research uses Crenshaw's Intersexionality theory and Susan Forbes Martin's theory. This study uses a qualitative approach with case study method. Data obtained through in-depth interviews and observations to 6 research subjects. The research also uses a gender perspective approach to explore the experiences of Afghan refugee women. As a result, from the beginning they decided to become refugees until they lived in Indonesia, their decisions influenced by many factors that formed themselves as women. Afghan refugee women experience the complexity of violence which varies according to their multi-layered identity such as citizenship status, economy, social class, education, culture, religion, and marital status. |