Penganaan pidana tambahan terhadap korporasi yang bukan tersangka atau terdakwa dalam perkara korupsi = Imposition of additional crimes against corporations that are not suspects or accused in corruption cases
Abiyu Ilham Hafid;
Patricia Rinwigati, supervisor; Eva Achjani Zulfa, examiner; Ahmad Ghozi, examiner
(Fakultas Hukum Universitas Indonesia , 2020)
|
Skripsi ini membahas mengenai konsep umum dalam penjatuhan pidana tambahan di Indonesia yang menganut postulat Ubi non est principalis, non potest esse accessories yang memiliki arti dimana tidak ada hal yang pokok, maka tidak mungkin ada hal tambahan. Namun pada praktik yang terjadi di Indonesia terdapat beberapa putusan dalam perkara tindak pidana korupsi yang menjatuhkan pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti terhadap korporasi tanpa adanya pidana pokok. Korporasi yang dijatuhi pidana tambahan pembayaran uang pengganti tersebut tidak dijadikan tersangka atau terdakwa dalam perkara tersebut. Jaksa Penuntut Umum biasanya menyelesaikan perkara organ terlebih dahulu dan apabila terbukti adanya keterlibatan korporasi maka korporasi langsung dijatuhkan pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti. Apabila mengacu pada Peraturan Mahkamah Agung No 5 Tahun 2014, maka seharusnya pidana tambahan pembayaran uang pengganti tidak dapat dijatuhkan tanpa adanya pidana pokok, dan tidak dapat pula dijatuhkan terhadap korporasi yang bukan tersangka atau terdakwa dalam perkara tersebut. Jika pengenaan pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti tersebut tetap dieksekusi, maka dikhawatirkan akan terjadi pelanggaran hak-hak seseorang untuk membela diri dimuka sidang atas apa yang dituduhkan kepadanya. Serta kedepannya dapat menimbulkan fenomena dimana seseorang yang diuntungkan atas perbuatan korupsi hanya dibebani untuk mengembalikan kerugian negara saja This thesis discusses the general concepts in additional criminal charges in Indonesia which adhere to the postulate of non est principalis, non potest esse accessories, which means that there are no main points, so there is no additional matter. However, in practice in Indonesia there are a number of decisions in corruption cases that impose additional crimes in the form of payment of compensation money to corporations without the existence of a principal crime. Corporations that have been convicted of additional payment of replacement money are not suspects or defendants in the case. The Public Prosecutor usually settles the organ case first and if there is evidence of corporate involvement, the corporation will be immediately imposed with additional penalties in the form of compensation payment. When referring to the Supreme Court Regulation No. 5 of 2014, then the additional criminal payment of substitute money cannot be imposed without a principal crime, and it cannot also be imposed on a corporation that is not a suspect or defendant in the case. If the additional criminal charges in the form of payment of the substitute money continue to be executed, it is feared that there will be a violation of the rights of a person to defend himself before the trial for what is alleged to him. And in the future it can lead to a phenomenon where someone who benefits from corruption is only burdened to recover the state's losses. |
S-Abiyu Ilham Hafid.pdf :: Unduh
|
No. Panggil : | S-pdf |
Entri utama-Nama orang : | |
Entri tambahan-Nama orang : | |
Entri tambahan-Nama badan : | |
Subjek : | |
Penerbitan : | Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia , 2020 |
Program Studi : |
Bahasa : | ind |
Sumber Pengatalogan : | Lib ind rda |
Tipe Konten : | text |
Tipe Media : | computer |
Tipe Carrier : | online resource (rdacarries) |
Deskripsi Fisik : | xi, 111 pages ; appendix |
Naskah Ringkas : | |
Lembaga Pemilik : | Universitas Indonesia |
Lokasi : | Perpustakaan UI |
No. Panggil | No. Barkod | Ketersediaan |
---|---|---|
S-pdf | 14-22-60594026 | TERSEDIA |
Ulasan: |
Tidak ada ulasan pada koleksi ini: 20501596 |