Ada keterkaitan antara politik hukum penddikan nasional denga paragdigma penyelenggaraan pendidikan dan klaim tentang kegagalan mendidik di Indonesia. Politik hukum pendidikan nasional tercantum dalam pasal 31 UUD RI Tahun 1945. Ketentuan padal 31 tersebut menunjukkan bahwa pendidikan di Indonesia adalah pendidikan sarat nilai (Values), bukan sekedar pendidikan yang mengajarkan kepandaian dan keunggulan berbasis pengembangan akal belaka, tetapi pendidikan dilandasi nilai-nilai luhur. Inilah paradigma pendidikan Skolastik yang menghasilkan pemikir atau ilmuan dari pada parktisi. Pendiidkan di Indonesia pada awalnya dipengaruhi oleh tradisi pemikrian ini. paradigma Skolastik ini melahirkan pendidikan yang berpusat pada guru. Memasuki era Orde Baru pada tahun 1967, paradigma skolastik mulai tergeser oleh paradigma realis didasarkan pada keyakinan bahwa sumber pengetahuan tidak bersumber dari guru saja, tetapi bersumber juga dari relaitas atau kenyataan hidup. landasan pembenarannya bahwa didalam realitas selalu ada persoalan-persoalan yang bisa berkembang yang membutuhkan penanganan secara konteksual, yang tidak selalu didasarkan pada nilai-nilai (values) yang bersifat imperatif. Ia menghasilkan lulusan yang diharapkan profesional, dapat menyelesaikan persoalan secara kontekstual. Akan tetapi pendidikan dalam paradigma realis ni berpotensi menghasilkan manusia cerdas namun mengabaikan nilai-nilai yang disepakati bersama sebagai bangsa. ketika paradigma realitis diterima sebagai sebuah kebenaran maka pendidikan yang mengutamakan pembentukan karakter da nilai-nilai luhur menjadi suatu yang aneh. Akan tetepi ketika muncul ekses-ekses penyelenggaraan pendidikan berparadigma realis, seperti munculnya desakan diberlakukannya secara penuh HAM universal, tekanan penghormatan hak-hak individu, merosotnya penghormatan terhadap nilai-nilai kebangsaan dan agama maka yang dipersalahkan adalah penyelenggara pendidikan. Kemudian dikatakan siste, pendidikan nasional gagal menghasilkan manusia berbudi luhur, padahal sumbernya karena kesalahan secara paradigmatik dalam penyelenggaraan pendidikan. |