Kebijakan Ruang Udara Terbuka memberikan kebebasan kepada maskapai asing untuk beroperasi di wilayah suatu negara. Kebijakan ini juga terdapat dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 tahun 2009 tentang Penerbangan. Dalam penyelenggaraan jasa transportasi udara oleh pihak asing di Indonesia, berdasarkan Daftar Negatif Investasi (DNI), nyatanya bidang transportasi merupakan Bidang Usaha Terbuka Dengan Persyaratan, yang artinya penyelenggaraan penerbangan harus memenuhi komposisi Penanam Modal Asing Maksimal 49% dengan Pemilik modal nasional harus tetap lebih besar dari keseluruhan pemilik modal asing (single majority). Yang menjadi permasalahan dalam karya tulis ini adalah mengenai implementasi kebijakan ruang udara terbuka yang diterapkan di Indonesia jika melihat aturan pelaksanaannya sama saja dengan mekanisme penanaman modal asing di Indonesia yang berlaku umum serta bagaimana implementasi kebijakan ruang udara terbuka tersebut bagi industri penerbangan Indonesia saat ini. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis normatif. Hasil dari penelitian ini adalah bahwa Kebijakan Ruang Udara Terbuka yang diterapkan di Indonesia sejatinya bukanlah Kebijakan Ruang Udara Terbuka yang mengindahkan campur tangan pemerintah dalam operasional angkutan udara oleh pihak ketiga. Konsep Kebijakan Ruang Udara Terbuka yang diterapkan Indonesia nyatanya merupakan perjanjian bilateral antar negara yang bersifat kontraktual dan diimplementasikan sebagai penanaman modal asing. Implementasi Kebijakan Ruang Udara Terbuka (Open Sky Policy) dalam industri penerbangan sipil di Indonesia menghasilkan dua pengaruh. Pertama, Pengaruh Masuk, dimana maskapai asing yaitu AirAsia Indonesia menjadi perusahaan PMA di Indonesia. Kedua, Pengaruh Keluar, yaitu bergabungnya Garuda Indonesia dalam aliansi penerbangan dunia, yaitu SkyTeam.
Open Sky Policy provides freedom to foreign airlines to operate in the airspace of a country. This policy is contained in the Republic of Indonesia Law Number 1 of 2009 concerning Aviation. In the procedure of air transportation services by foreign parties in Indonesia, based on the Negative List of Investment (DNI), the transportation sector is an Open Business Sector with Requirements, which means that airlines must meet the composition of Maximum Foreign Investor 49% with the national capital owner must remain greater than the overall foreign capital owner (single majority). The problem is about the actual implementation of the open sky policy implemented in Indonesia if the implementation rules are the same as the generally accepted foreign investment mechanism in Indonesia and what are the impacts of the Open Sky Policy for the economic growth of Indonesian air transportation. The research method used in this study is juridical normative. The results of this study are the Open Sky Policy implemented in Indonesia is actually not an Open Sky Policy which heeds government interference in air transport operations by third parties. The implication of the Open Sky Policy implemented by Indonesia in fact is a bilateral agreement between countries that is contractual in nature and implemented as foreign investment. The implementation of the Open Sky Policy in the civil aviation industry in Indonesia has two effects. First, Entry Influence; AirAsia Indonesia as a PMA company in Indonesia. Second, Outgoing Influence; the joining of Garuda Indonesia in the world aviation alliance, namely the SkyTeam. |