Kadar selenium pada Sindrom Nefrotik Resisten Steroid dan Sindrom Nefrotik Sensitif Steroid = Selenium Level on Steroid Resistant Nephrotic Syndrome and Steroid Sensitive Nephrotic Syndrome
Andini Striratnaputri;
Pardede, Sudung O., supervisor; Muzal Kadim, supervisor; Najib Advani, examiner; Mulya Rahma Karyanti, examiner; Rosalina Dewi Roeslaini, examiner
(Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020)
|
Patogenesis sindrom nefrotik resisten steroid (SNRS) dan sindrom nefrotik sensitif steroid (SNSS) belum diketahui secara menyeluruh. Antioksidan seperti enzim glutation peroksidase (GPx) dan kofaktornya yaitu selenium diperkirakan berpengaruh dalam menghambat progresivitas penyakit sindrom nefrotik (SN). Namun sampai saat ini belum ada studi yang menilai peran selenium dalam patogenesis terjadinya SNRS dan SNSS. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan kadar selenium pada pasien SNSS dan SNRS menggunakan studi potong lintang. Penelitian dilakukan pada 81 pasien SNRS dan SNSS berusia 2-18 tahun yang datang ke poliklinik rawat jalan nefrologianak RSUPNCM pada bulan November-Desember 2019 dengan metode consecutive sampling. Hasil penelitan menunjukkan tidak ada perbedaan signifikan antara kadar selenium pada kedua kelompok. Peran selenium sebagai antioksidan terhadap patogenesis SNRS dan SNSS sulit dibuktikan karena patogenesis penyakit ini bersifat multifaktorial. Penelitian lanjutan dengan desain penelitian kasus kontrol dan pengukuran selenium serial diperlukan untuk memastikan hal ini. The pathogenesis of steroid resistant nephrotic syndrome (SRNS) and steroid sensitive nephrotic syndrome (SSNS) has not yet been fully known. Antioxidants such as glutathione peroxidase enzyme (GPx) and its cofactor, selenium, are thought to have an effect of slowing down the progress of nephrotic syndrome (NS). However, until now, there are no studies that evaluate the role of selenium in SNRS and SNSS’s pathogenesis. The purpose of this research is to compare the selenium levels of SNRS and SNSS patients using a cross-sectional study. This research was conducted on 81 SNRS and SNSS patients ages 2 to 18, who visited RSUPNCM’s pediatric nephrology outpatient clinic in November 2019 to December 2019, using consecutive sampling method. The result shows that there’s no significant difference in the selenium levels of both groups. Selenium’s role as an antioxidant for the pathogenesis of SNRS and SNSS is hard to prove because it is multifactorial. Advance research using a case-control study and a serial of selenium examination is needed to confirm this. |
SP-Andini Striratnaputri.pdf :: Unduh
|
No. Panggil : | SP-pdf |
Entri utama-Nama orang : | |
Entri tambahan-Nama orang : | |
Entri tambahan-Nama badan : | |
Subjek : | |
Penerbitan : | Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020 |
Program Studi : |
Bahasa : | ind |
Sumber Pengatalogan : | LibUI ind rda |
Tipe Konten : | text |
Tipe Media : | computer |
Tipe Carrier : | online resource |
Deskripsi Fisik : | xv, 47 pages : illustration + appendix |
Naskah Ringkas : | |
Lembaga Pemilik : | Universitas Indonesia |
Lokasi : | Perpustakaan UI, Lantai 3 |
No. Panggil | No. Barkod | Ketersediaan |
---|---|---|
SP-pdf | 16-21-92100242 | TERSEDIA |
Ulasan: |
Tidak ada ulasan pada koleksi ini: 20504114 |