Studi ini bertujuan untuk memahami pengalaman individu perempuan dalam melancarkan taktik pada penggunaan akun alter di media sosial Twitter untuk mengekspresikan seksualitasnya. Akun alter sendiri mengacu kepada profil yang merepresentasikan identitas sekunder dengan penggunaan pseudonim. Penelitian ini melihat bagaimana struktur masyarakat patriarki yang represif membentuk kesadaran perempuan dalam memaknai diri dan lingkungan sekitar, serta bagaimana mereka menegosiasikan struktur tersebut dengan memanfaatkan ruang digital yang mengizinkan mereka untuk melancarkan agensi seksualnya. Adapun penelitian kualitatif ini menggunakan paradigma konstruktivisme kritis dengan strategi fenomenologi dan menghadirkan subjek perempuan pengguna akun alter dengan rentang umur 19-23 tahun. Peneliti menemukan bagaimana dunia alter yang menekankan pada aspek anonimitas dapat melepaskan individu dari kontrol institusi sosial yang represif dan memberi tempat yang aman bagi mereka untuk mengekspresikan seksualitasnya. Di sisi lain, individu masih rentan terhadap berbagai ancaman dan berpotensi masih terperangkap dalam wacana misoginis dominan. Namun terlepas dari posisinya yang masih rentan, proses negosiasi antara struktur dan agensi individu dapat dilihat dari sikap kewaspadaan, autentisitas pada konten perempuan, hingga pergerakan aktif mereka dalam melawan usikan laki-laki. Proses negosiasi tersebut melancarkan serangkaian taktik yang tidak bertujuan untuk menjatuhkan struktur, melainkan membangun posisi tersendiri dengan mengidentfikasi celah dan memanfaatkan ruang digital di dalam sistem yang represif. This study aims to understand the experience of individual women in using alter accounts on Twitter as their tactics in expressing their sexuality. The alter account itself refer to a user-built Twitter profile that represents secondary identity by using pseudonym. This research looks at how the repressive structure of patriarchal society shapes women's awareness in interpreting themselves and the environment, and how they negotiate the structure by utilizing digital space that allows them to launch their sexual agency. The qualitative research uses a critical constructivist paradigm with a phenomenological strategy on female subjects using alter accounts with an age range of 19-23 years. Researchers discovered how the alter world that emphasizes aspects of anonymity can be seen as a gap for them to evade social repressions they get in the offline world and provide a safe place for them to express their sexuality. On the other hand, individuals are still vulnerable to various threats and potentially still trapped in the dominant misogynist discourse. However, despite their vulnerable position, the process of negotiation between the structure and individual agency can be seen from the attitude of vigilance, authenticity in the content of women, to their active movement in fighting against men. The negotiation process launched a series of tactics that did not aim to overthrow the structure, but instead established a separate position by identifying gaps and taking advantage of the digital space inside repressive systems. |