Kegiatan operasi minyak dan gas bumi (migas) di lepas pantai Indonesia sudah dimulai sejak sekitar 1960-an. Dengan kegiatan operasi migas yang berlangsung sudah 50 tahun lebih ini, selain perlu upaya ekstra dalam proses produksi, juga harus memperhitungkan biaya Kegiatan Pasca Operasi (KPO). Biaya KPO menurut PTK-040/SKKMA0000/2018/S0 adalah kegiatan untuk penutupan sumur secara permanen, penghentian pengoperasian fasilitas produksi serta fasilitas penunjang sehingga tidak beroperasi kembali, termasuk pembongkarannya secara permanen, serta melakukan pemulihan lingkungan di Wilayah Kerja (WK) pada Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi. Tantangan secara keuangan dihadapi WK yang beroperasi dengan skema gross split, yaitu tidak berlakunya skema pengembalian biaya, sehingga menyebabkan biaya KPO ditanggung perusahaan dan pada akhirnya mempengaruhi nilai keekonomian WK tersebut. Pada Kontrak Bagi Hasil di industri hulu migas, biaya pencadangan diatur oleh SKK Migas dalam Peraturan Tata Kerja Nomor: PTK-040/SKKMA0000/2018/S0. Secara komersial, untuk mendapatkan laporan keuangan yang reliabel bagi para pemegang kepentingan stakeholder, Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) telah mengatur biaya pencadangan dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan nomor 57 (PSAK 57-mengenai biaya kontinjensi). Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan antara metode pencadangan biaya KPO yang saat ini (existing) digunakan dengan metode Kaiser (2018). Metode yang saat ini digunakan adalah penilaian KPO semua sumur tanpa dibedakan kategori eksplorasi ataupun produksinya. Metode Hybrid oleh Kaiser (2018) mengkategorikan biaya KPO berdasarkan karakteristik struktur. Dalam penelitian ini yang menggunakan metode Kaiser menyajikan total potensi net revenue dari keseluruhan hasil operasi migas sebagai potensi arus kas masuk yang menentukan besaran durasi masa akan dilakukannya proses KPO. Apabila perbandingan net revenue masih positif dibandingkan dengan net operating expenditure berjalan yang merupakan arus kas keluar, maka kegiatan operasi hulu migas di wilayah kerja masih menguntungkan, namun sebaliknya ketika net revenue < net operating expenditure artinya economic limits sudah habis, dengan demikian WK persiapan masa KPO. Hasil kesimpulan dari penelitian ini adalah pada masa KPO yang dilakukan pada akhir masa economic limits yaitu hingga 2031 akan lebih menguntungkan perusahaan dibandingkan tetap menjalankan kegiatan bisnis tersebut hingga akhir kontrak yaitu di 2038, karena net cash flow yang masih pada posisi positif. Dengan demikian maka metode ini dapat digunakan sebagai salah satu alternatif terbaik dalam melakukan proyeksi KPO di lepas pantai laut dangkal. The operation of oil and gas (oil and gas) off the coast of Indonesia has started since around the 1960s. With the oil and gas operation that has been going on for more than 50 years, in addition to the need for additional production processes, it must also reimburse Post-Operational Activity (KPO) costs. KPO costs according to PTK-040/SKKMA0000/2018/S0 are activities for permanent well closure, temporary stopping of production facilities and supporting facilities so that they cannot be returned, including permanent demolition, as well as repairs in the upstream oil and gas working area. When the working area using gross split, the costs recovery are not applicable, causing the ASR costs to be borne by the company and ultimately increasing the economic value of the field. In Production Sharing Contracts in the oil and gas industry, the backup fee is regulated by SKK Migas in the Work Order Number: PTK-040/SKKMA0000/2018/ S0. Commercially, to obtain financial reports that are relied upon for stakeholders (stakeholders), the Indonesian Institute of Accountants (IAI) has agreed to reserve costs in Statement of Financial Accounting Standards number 57 (PSAK 57-read contingency fees). This study compares to compare between the current (existing) decommisioning cost reserve methods used with the Kaiser method (2018). The method currently used is to determine all wells without differentiating them from product and service categories. The Hybrid Method by Kaiser (2018) categorizes decommisioning costs based on structural characteristics. In this study using the Kaiser method presents the total potential net income of all oil and gas operating results as potential cash inflows that determine the amount of future duration will improve the decommissioning process. If related to net income is still positive compared to net operating expenses which are cash outflows, then upstream oil and gas operations in the work area are still profitable, but instead compilation of net income |