Penelitian ini membahas mengenai Hak Pengelolaan yang melekat di seluruh wilayah Pulau Batam yang penguasaannya dikelola oleh BP Batam. Faktanya tanah adat kampung tua berdiri di atas Hak Pengelolaan, sedangkan masyarakat adatnya sudah lama mendiami wilayahnya bahkan turun temurun. Dengan memberikan status hak milik terhadap tanah adat tersebut merupakan bentuk perlindungan dengan diakuinya keberadaan masyarakat adat di kawasan kampung tua tersebut. Adapun permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah mengenai masalah yang melatarbelakangi terkait pemberian status hak atas tanah dan peran notaris dalam pemberian status hak atas tanah di wilayah adat kampung tua serta perlindungan hukumnya. Untuk menjawab permasalahan tersebut, penelitian ini menggunakan bentuk penelitian yuridis normatif, dengan menggunakan metode analisis secara deskriptif analisis dengan pendekatan kualitatif. Hasil dari penelitian ini adalah Terdapat benturan kewenangan antara BP Batam dengan Pemerintah Kota Batam dalam hal pemanfaatan dan penataan tanah adat kampung tua, BP Batam menganggap wilayah kampung tua merupakan bagian dari Hak Pengelolaan, dan Pemerintah Kota Batam menganggap wilayah kampung tua merupakan tanah adat karena masyarakat adatnya sudah terlebih dahulu menduduki wilayahnya sebelum timbulnya Hak Pengelolaan sehingga membuat permasalahan pemberian kepastian hukum status hak atas tanah di kampung tua menjadi berlarut-larut. Kemudian bentuk perlindungan hukumnya yaitu pemberian sertifikat hak milik secara massal secara bertahap dimulai pada titik wilayah dengan kategori clean and clear, Clean yaitu pemukiman dengan penataan rapi, tidak terdapat hutan lindung dan tidak terdapat pihak ketiga pemegang PL. Clear yaitu titik wilayah adat tersebut seluruh masyarakatnya sudah membayar Uang Wajib Tahunan Otorita (UWTO) dengan tidak terjadi tunggakan serta sengketa. This study discusses the Management Rights inherent in the whole area of Batam Island whose control is managed by BP Batam. The fact is that the customary land of the Kampung Tua stands on Management Rights, while the indigenous people have long inhabited their territory and even hereditary. By giving the status of ownership rights to the customary land is a form of protection with the recognition of the existence of indigenous peoples in the Kampung Tua area. The issues raised in this study are the underlying issues related to the granting of the status of land rights and the role of the notary in granting the status of land rights in the traditional territory of the Kampung Tua and its legal protection. To answer these problems, this study uses normative juridical research forms, using descriptive analysis method of analysis with a qualitative approach. The results of this study are that there is a conflict of authority between BP Batam and the Batam City Government in terms of the utilization and arrangement of the old village's customary land, BP Batam considers the Kampung Tua area to be part of the Management Right, and the Batam City Government considers the Kampung Tua area to be customary land because the community the custom had already occupied its territory before the emergence of Management Rights, making the problem of granting legal certainty to the status of land rights in old villages became protracted. Then the form of legal protection is in the form of granting certificates of ownership in stages gradually starting at the point of the area with the category of clean and clear, Clean is settlement with neat arrangement, there is no protected forest and there is no third party PL holders. Clear that is the point of the customary area, all the people have paid the Authority's Annual Obligation (UWTO) with no arrears and disputes. |