Tesis ini membahas kerusuhan pada konser grup heavy metal terbesar dunia, Metallica, yang berlangsung di Jakarta pada 10 April 1993. Kerusuhan melibatkan generasi baru Indonesia yang umumnya lahir setelah tragedi 1965. Generasi yang berjarak dengan peristiwa 30 September 1965 itu merupakan generasi yang menjadi target kebijakan normalisasi kehidupan kampus (NKK) pemerintah Orde Baru. NKK bertujuan mengalihkan kehidupan pemuda, terutama mahasiswa, dari kehidupan sosial-politik kampus sehingga menjadi lebih berorientasi pada kehidupan individu dan hiburan. Harapan Orde Baru dari kebijakan NKK adalah untuk mendorong terciptanya stabilitas politik dan keamanan yang sempat menjadi isu usai pecahnya insiden Malari 1974. Upaya Orde Baru untuk menjauhkan pemuda dari politik dan mendekatkan ke arah hiburan, tak menjamin terciptanya stabilitas. Tesis ini menggunakan pendekatan sejarah naratif untuk menggambarkan latar belakang, detik-detik pecahnya kerusuhan, serta dampaknya bagi kehidupan sosial, politik, dan budaya anak muda Indonesia. Hasil dari penelitian mengungkapkan bahwa dunia hiburan malah membawa persoalan baru terkait stabilitas bagi Orde Baru. Hiburan, utamanya musik, justru digunakan anak muda Indonesia era 1980 maupun 1990-an untuk menyuarakan isu-isu sosial dan politik. Dunia hiburan juga menjadi medium baru anak muda untuk menggoncang stabilitas Orde Baru. Salah satu bentuknya tercermin dari Konser Metallica 1993 yang berujung rusuh. Di balik kerusuhan dalam konser Metallica 1993 ada isu seputar kesenjangan ekonomi yang memantik massa bertindak anarkis hingga menimbulkan korban jiwa dan materi. Lepas kerusuhan itu Orde Baru mulai menaruh kewaspadaan pada kebijakannya sendiri yang mengalihkan kehidupan anak muda ke sektor hiburan. Sejak kerusuhan Konser Metallica 1993, dunia hiburan mulai diwaspadai Orde Baru. Sejak itu, izin bagi kegiatan hiburan, seperti konser musik, dibatasi secara ketat. This thesis discusses the riots at the concert of the worlds largest heavy metal group, Metallica, which took place in Jakarta on April 10, 1993. The riots involved a new generation of Indonesians who were generally born after the 1965 tragedy. This generation is the target of New Order policy called normalization of campus life (NKK). NKK aims to divert the lives of young people, especially students, from the socio-political life of the campus so that it becomes more oriented towards individual life and entertainment. The hope of the New Order from the NKK policy was to encourage the creation of political and security stability which had become an issue after the outbreak of the Malari 1974 incident. This thesis uses a narrative historical approach to describe the background, the seconds of the outbreak of riots, and their impact on the social, political, and cultural life of Indonesian youth. The results of the study revealed that encourage young people to entertainment life brought new problems related to stability for the New Order. Entertainment life, especially music, is actually used by Indonesian youth in the 1980s and 1990s to voice social and political issues. The world of entertainment has also become a new medium for young people to shake the stability of the New Order. One form is reflected in the 1993 Metallica Concert which ended in chaos. Behind the riots at the 1993 Metallica concert there were issues surrounding economic inequality that caused the masses to act anarchically to the point of causing fatalities and material losses. In the aftermath of the riots the New Order began to put caution on its own policies that diverted the lives of young people into the entertainment sector. Since the 1993 Metallica Concert riots, the world of entertainment began to be wary of the New Order. Since then, permits for entertainment activities, such as music concerts, have been strictly restricted. |