Kabupaten Pandeglang memiliki kedekatan wilayah dengan zona subduksi dan wilayah pertemuan Lempeng Indo-Australia dan Lempeng Eurasia di Selat Sunda. Akibatnya Kabupaten Pandeglang memiliki tingkat kerawanan dan kerentanan gempabumi, dan untuk itu wilayah rawan gempabumi dan kerentanan terhadap gempabumi perlu ditentukan sebagai upaya mitigasi bencana gempabumi. Faktor-faktor seperti litologi, struktur geologi, lereng, dan nilai PGA (Peak Ground Acceleration) digunakan untuk menentukan wilayah rawan gempabumi dengan metode skoring. Kerentanan wilayah terhadap gempabumi ditentukan dengan metode weighted overlay dengan pembobotan dalam aspek lingkungan, sosial, ekonomi, dan fisik. Kerawanan merupakan aspek lingkungan dalam penentuan kerentanan, sedangkan kepadatan penduduk, jumlah penduduk wanita, ratio ketergantungan, dan penyandang disabilitas digunakan dalam penentuan kerentanan aspek sosial. Kerentanan aspek ekonomi menggunakan indikator penduduk miskin dan kerentanan fisik menggunakan kepadatan bangunan. Hasil penelitian menunjukkan wilayah rawan gempabumi sedang mendominasi Kabupaten Pandeglang dengan luas 64,99% dan mayoritas tersebar pada bagian timur dan selatan Kabupaten Pandeglang. Dalam kerentanan, wilayah kerentanan tinggi terdapat di Kecamatan Labuan dengan luas sebesar 36,07 % dari luas Kecamatan Labuan, sedangkan Kecamatan Sindangresmi dan Kecamatan Munjul merupakan kecamatan dengan kerentanan rendah dengan luas 73.93 % dari luas Kecamatan Sindangresmi dan 61.52 % dari luas Kecamatan Munjul. Sumur sub-district in Pandeglang Regency is located close to a subduction zone and is the junction area of the Indo-Australian Plate and the Eurasian Plate in the Sunda Strait. Due to its location, the Pandeglang area has many faults and also high rainfall, making it vulnerable to earthquakes, tsunamis, landslides, and floods. Because in the Sumur Sub-district, it has a multi-hazard level, it is necessary to analyze and determine which areas have the potential for multiple hazards as a multi-disaster mitigation measure. Factors such as lithology, geological structure, slopes, Peak Ground Acceleration (PGA) values, soil type, distance from rivers, rainfall, and land cover can be used to determine areas prone to flooding, earthquakes, landslides, and tsunamis, with the scoring method. Overlay method and weighting of each hazard can produce a multi-hazard hazard area. The results of the study show that the hazard-prone areas that dominate are earthquakes 73% of the regions in the great sub-district have high hazard class. Multi-hazard itself is still governed by a low percentage of 62% of the total area. The village, which has the most elevated hazard, is Ujungjaya village, which has a high risk of tsunami, landslides, and earthquakes. |