Malaria merupakan penyakit yang disebabkan oleh parasit protozoa dari genus plasmodium dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles sp. Sampai saat ini, Indonesia masih tergolong sebagai salah satu negara endemik malaria. Berbagai upaya pengendalian malaria terus dilakukan, misalnya dengan memberikan pengobatan menggunakan kombinasi derivat Artemisinin (ACT). Pencegahan malaria seperti fumigasi juga dilakukan pada daerah endemik untuk membunuh vektor malaria baik nyamuk dewasa maupun jentiknya. Namun, fumigasi memerlukan biaya yang besar serta berdampak negatif bagi lingkungan apabila dilakukan terus-menerus. Alternatif lain juga dilakukan yaitu dengan memanfaatkan biolarvasida yang berasal dari bahan-bahan alami yaitu tumbuhan (nabati) atau bakteri sehingga tidak mencemari lingkungan. Pada artikel ini, dikonstruksi model penyebaran penyakit malaria yang terdiri atas lima kompartemen dengan mempertimbangkan intervensi pengobatan, fumigasi, dan biolarvasida. Kajian analitis dan numerik mengenai titik keseimbangan dan basic reproduction number (R0) dilakukan untuk memahami dinamika jangka panjang dari model. Hasil kajian analitis dan numerik menunjukkan bahwa dengan intensitas tertentu, ketiga intervensi mampu mengeliminasi penyakit malaria. Pemberian pengobatan efektif dilakukan dengan intensitas minimum sebesar 0,6550, sedangkan fumigasi efektif dilakukan dengan intensitas minimum sebesar 0,0249. Apabila pengobatan dan fumigasi yang diberikan secara bersama-sama besarnya kurang dari intensitas minimum tersebut, maka masih terdapat dua kemungkinan yaitu penyakit tetap mewabah atau sudah tidak mewabah dalam suatu populasi. Malaria is a disease caused by the protozoa parasite of the genus plasmodium and transmitted through the bite of the mosquito Anopheles sp. Until now, Indonesia is still classified as one of the endemic malaria countries. Various efforts to control malaria continue to be carried out, for example, by providing treatment for patients using a drug combination of Artemisinin derivatives (ACT). Fumigation also carried out in endemic areas to kill malaria vectors, both adult and larvae. However, fumigation requires high costs and a negative impact on the environment if done continuously. Another alternative is also carried out by utilizing biolarvicides, which comes from natural ingredients, namely plants (vegetable) or bacteria, so that it does not pollute the environment. In this article, a model of malaria distribution consisting of five compartments is constructed by considering treatment interventions, fumigation, and biolarvicides. Analytical and numerical studies of equilibrium points and basic reproduction number (R0) are carried out to understand the long-term dynamics of the model. The results of analytical and numerical studies show that with a certain intensity, the three interventions are some effective ways to eliminate malaria. Provision of effective treatment is carried out with a minimum intensity of 0,6550, while effective fumigation is carried out with a minimum intensity of 0,0249. If the treatment and fumigation given together are less than the minimum intensity, there are still two possibilities, that the disease continues to be epidemic or is not epidemic in a population. |