Penelitian ini menunjukkan bahwa perbankan di Indonesia turut mempengaruhi pola negara tujuan ekspor Indonesia. Secara umum, kinerja ekspor suatu negara selalu dikaitkan dengan skala ekonomi seperti PDB dan daya saing, yang keduanya mencerminkan tren permintaan importir dan penawaran eksportir negara tersebut. Namun krisis keuangan global 2008 membuka mata kita bahwa ada faktor lain yang mempengaruhi kinerja ekspor Indonesia. Salah satu faktor yang sering diabaikan dalam literatur perdagangan selama ini adalah faktor risiko. Faktor risiko tersebut perlu menjadi perhatian khusus karena setiap transaksi ekspor dan impor pada dasarnya mengandung risiko masing-masing baik bagi importir maupun eksportir. Dalam kaitan ini, peran penting bank dalam memitigasi risiko dalam transaksi perdagangan internasional terlihat dari dukungannya dalam penerbitan Letters of Credit (LC). Dengan menggunakan data pertumbuhan tahunan penggunaan LC untuk ekspor nonmigas Indonesia ke 102 negara lainnya pada periode 2011-2018, penelitian ini menemukan bahwa risiko di negara tujuan ekspor mempengaruhi ekspor nonmigas Indonesia untuk negara berisiko tinggi, yang sebagian besar merupakan pasar ekspor non-tradisional Indonesia. Sebaliknya, LC hanya berpengaruh signifikan terhadap ekspor nonmigas Indonesia ke negara berisiko rendah dan menengah. Negara-negara tersebut didominasi oleh negara berpendapatan tinggi dan menengah yang selama ini menjadi pasar ekspor tradisional Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa perbankan Indonesia belum banyak memiliki risk appetite untuk mendukung eksportir di tanah air memasuki negara non tradisional. Dalam perdagangan dengan negara-negara tersebut, LC tampaknya tidak relevan sebagai instrumen untuk memitigasi risiko. Dengan kata lain, dukungan Pemerintah pada dasarnya diperlukan untuk menanggung atau berbagi sebagian dari risiko tersebut sehingga ambisi negara untuk melakukan penetrasi ke negara non-tradisional dapat terwujud dengan dukungan institusi perbankan. Jika tidak, ambisi seperti itu hanya menjadi retorikaThis research shows that banks in Indonesia also impact the pattern of Indonesias export destination countries. Generally, the countrys export performance is always associated with the scale of economy such as GDP and her competitiveness, both of which reflected trends in the countrys importer demand and exporter supply. However, the 2008 global financial crisis opened up our eyes that there are other factors affecting the countrys export performance. One of those factors that are often neglected in the trade literature thus far is the risk factor. The risk factor deserves our particular attention because every export and import transaction essentially carry risks respectively for both importers and exporters. In this respect, an important role of banks in mitigating the risks in international trade transactions can be seen from their support in the issuance of Letters of Credit (LCs). Using annual-growth data of the use of LCs for the countrys non-oil and gas exports to other 102 countries in the period of 2011-2018, this research found that the risks at export-destination countries affect Indonesia's non-oil and gas exports to so-called high-risk countries, most of which are the countrys non-traditional export markets. In contrast, the LCs only significantly affect Indonesia's non-oil and gas exports to low and medium risk countries. These countries are dominated by high and middle-income countries which have been Indonesian traditional export markets. This shows that Indonesian banks do not mostly have the risk appetite to support the countrys exporters entering the non-traditional countries. In trading with those countries, the LCs appear to have been irrelevant as an instrument to mitigate risks. In other words, the Government support is essentially needed in assuming or sharing some of those risks as such that the ambition of the countrys ability to penetrate into the non-traditional countries can be realized with the assistance of the countrys banks. Otherwise, such ambition remains a rhetoric only. |