Kasus hoaks terkait penistaan agama merupakan salah satu hoaks yang acap muncul. Pihak berwenang beberapa kali telah berhasil membongkar kasus serupa ini. Hoak menyangkut penistaan agama tentu perlu mendapat perhatian sebab apabila didiamkan berpotensi menyulut syak wasangka dan kemarahan serta mengadu domba masyarakat, lalu melahirkan intoleransi, bahkan kekerasan. Salah satu ciri hoaks adalah terdapat ketidaksesuaian antara judul dengan isi berita. Judul ditampilkan dengan bahasa bernada provokasi sehingga mengagitasi dan memancing masyarakat. Kebenaran isinya, selain tidak sesuai dengan judul, juga dibangun dengan struktur yang bersifat tendensius kepada kesimpulan yang seringkali bersifat bias, menyerang, dan memberi bingkai penilaian yang tidak berimbang. Dalam konteks membangun hubungan atau interaksi, media sosial telah berperan penting. Hubungan tersebut baik dalam konteks sosial, ekonomi ataupun politik. Hal ini lantas mendorong bertumbuhnya pelbagai cara-cara berwirausaha yang baru dan munculnya toko-tokoh online yang tidak semata mengandalkan toko fisi atau pertemuan pembeli dan penjual secara langsung. Penelitian ini berjenis kualitatif. Penelitian ini menggunakan tipe penelitian deskriptif. Penelitian ini menggunakan data baik data primer maupun data sekunder. Data primer diperoleh dengan melalukan wawancara dan observasi. dari tahanan Direktorat Kriminal Khusus Polda Metro Jaya-Narapidana Cyber Crime hoax dan hate speech. Dan data yang kedua data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari buku-buku dan situs-situs internet yang berisi tentang Hoax, Hate Speech, Media Sosial, dan Pola Pikir Tahanan.Kesimpulan dari penelitian ini adalah Pelaku melakukan penyebaran berita Hoax dan Ujaran Kebencian didasari keisengan untuk hiburan dan kurang nya pengetahuan dampak dalam menyalahgunakan UU ITE. Pelaku memilih cara ini untuk membuat dirinya senang dan merasa terhibur, dengan adanya media sosial pelaku merasa membutuhkan hiburan dengan melakukan hal-hal aneh yang penuh dengan fantasi. Disisi lain pelaku berusaha untuk mencari perhatian atau sensasi para pengguna media sosial lainnya. Ingin memberikan kesalah pahaman, dalam hal ini ujaran kebencian yang di sebarkan untuk memberikan kesalahpahaman individu akan suatu informasi yang ia dapat. The hoax case related to religious blasphemy is one of the hoaxes that often appears. The authorities have succeeded several times in uncovering such cases. Hoax regarding religious blasphemy certainly needs attention because if it is ignored, it has the potential to ignite suspicion and anger as well as pitting the public against each other, resulting in intolerance, even violence. One of the characteristics of hoaxes is that there is a mismatch between the title and the content of the news. The title is displayed in provocative language so that it agitates and provokes the public. The truth of the content, apart from not being in accordance with the title, is also built with a tendentious structure to conclusions that are often biased, offensive, and provide an unbalanced judgment frame. In the context of building relationships or interactions, social media has played an important role. This relationship is in a social, economic or political context. This has prompted the growth of new entrepreneurial ways and the emergence of online shops that do not rely solely on fission shops or direct meeting of buyers and sellers. This research is a qualitative type. This research uses descriptive research type. This study uses data both primary and secondary data. Primary data were obtained through interviews and observations. from the detention of the Special Criminal Directorate of Polda Metro Jaya-Cyber Crime inmates with hoaxes and hate speech. And the second data is secondary data, namely data obtained from books and internet sites containing Hoax, Hate Speech, Social Media, and Prisoners Mindset. The conclusion of this study is that the perpetrators spread hoax news and hate speech based on fun for entertainment and lack of knowledge of the impact of abusing the ITE Law. The perpetrator chooses this method to make himself happy and feel entertained, with the existence of social media the perpetrator feels he needs entertainment by doing strange things filled with fantasy. On the other hand, the perpetrator tries to seek attention or sensation from other social media users. Want to provide misunderstanding, in this case hate speech that is spread to give an individual misunderstanding of the information he / she gets. |