Latar Belakang : Banyaknya pembangunan sarana prasana serta infrakstruktur diIndonesia meningkatkan kebutuhan akan bahan bangunan termasuk beton, sehinggaproduksi beton terus berjalan. Debu hasil proses produksi beton terdiri dari debu semen,pasir, dan batu kerikil, yang sebagian mengandung silika yang telah terbukti dapatmenimbulkan masalah kesehatan terutama di saluran pernapasan. Pada pabrik beton yangbaru beroperasi selama 3 tahun seharusnya belum ada masalah gangguan saluranpernapasan bila SMK3 diimplementasikan dengan baik. Penelitian ini bertujuan untukmengetahui apakah sudah ada masalah gangguan awal saluran pernapasan danmengaitkannya dengan implementasi SMK3 dan faktor-faktor lainnya. sehingga bisa diupayakan program promotif – preventif bagi pekerja sehubungan dengan pajanantersebut.Metode : Desain cross-sectional dengan sampel berjumlah 70 responden yang diambilsecara total sampling. Data penelitian diperoleh dari wawancara keluhan saluranpernapasan dengan menggunakan kuesioner Pneumobile Project dan pemeriksaanspirometri, pengukuran kadar debu, serta pengisian formulir audit SMK3.Hasil : Didapatkan 8 pekerja (11,40%) memiliki gejala awal gangguan saluranpernapasan. Pengukuran debu lingkungan kerja melebihi nilai ambang batas pada plant 1(16.5 mg/m3) dan plant 2 (12.1 mg/m3). Tidak terdapat hubungan bermakna antara, usia,tingkat pendidikan, IMT, kebiasaan merokok, masa kerja, dan lama kerja terhadap gejalaawal gangguan saluran pernapasan. Tingkat pelaksanaan SMK3 pada PT. X masih kurang(15,06%). Telah ada kebijakan K3, namun belum ada kegiatan perencanaan, pemantauan,evaluasi maupun usaha peningkatan kinerja K3 yang terdokumentasi dan sistematis.Kesimpulan : Didapatkan pekerja dengan gejala awal gangguan saluran pernapasansebanyak 8 (11,4%) orang. Hasil pemeriksaan kadar debu melebihi NAB. Tidakdidapatkan faktor risiko yang berhubungan secara statistik dengan gejala awal gangguansaluran pernapasan, akan tetapi tingkat pelaksanaan SMK3 masih kurang sehingga harusditingkatkan. Background : The large number of infrastructure development in Indonesia increasedthe need of concrete. Therefore, the concrete factory production continues to run andproduce. The residue of the concrete production process derived from the dust of thecement, sand, and gravel which partially contained silica, that had been proven to causedhealth problems especially in the respiratory tract. The new concrete plant which had onlybeen operating for 3 years should have no cases of early symptoms of respiratorydisorders when the OSH management system is successfully implemented. This studyaimed to determine whether there are respondents with early symptoms of respiratorydisorders in association of the implementation of OSH management system and the otherfactors, so that promotive-preventive programs in connection with the exposures able tobe planned regarding the conditions.Method : Cross-sectional study with a total sampling of 70 respondents. Data wereobtained from interview using the Pneumobile Project questionnaire, spirometryexamination, measurement of dust levels, and OSH management system audit formfilling.Results : There were 8 (11.40%) workers with early symptoms of respiratory disorders.Dust measurement exceeds the threshold value, 16.5 mg/m3 on Plant 1 and 12.1 mg/m3on Plant 2. There was no significant association between age, level of education, BMI,smoking habits, working period and working time to early symptoms of respiratory tractdisorder. The implementation of OSH management system at PT. X was poor (15,06%).There was already an OHS policy, but the planning, monitoring, evaluation or effort ofimprovement of OSH were not documented systematically.Conclusion : The prevalence of early symptoms of respiratory disorders is 11,40%. Thedust levels exceed the threshold level. No risk factors are found to be statistically associatewith early symptoms of respiratory disorders but the level of implementation of OSH isbelow the expected results thus must be improved |