Tesis ini membahas representasi masyarakat urban dalam puisi-puisi Wahyu Prasetya yang terdapat dalam kumpulan puisi Wahyu Menulis Puisi melalui unsur-unsur puitik yang dikembangkan oleh Terry Eagleton, konsep representasi dari Stuart Hall, dan konsep produksi ruang sosial dari Henri Lefebvre. Penelitian ini berupaya membongkar wacana terkait representasi masyarakat urban melalui pemahaman tentang gambaran ruang urban Jakarta, serta melihat pemosisian masyarakat di dalam ruang sosial Jakarta. Hal ini bertujuan untuk memperlihatkan bagaimana puisi-puisi tersebut mengkritik kapitalisme di dalam kehidupan urban yang menempatkan masyarakat miskin dalam posisi marginal. Gambaran tentang ruang urban Jakarta menunjukkan adanya relasi dan interaksi masyarakat terhadap dominasi kota. Keberadaan kota yang merepresi masyarakat kampung kota pada dasarnya dikendalikan oleh sistem kapitalisme yang berperan dalam kebijakan pembangunan, modernisasi, dan globalisasi untuk membentuk citra kemajuan kota sebagai representasi negara. Hasil analisis menunjukkan bahwa masyarakat urban Jakarta direpresentasikan melalui unsur-unsur puitik sebagai masyarakat yang terdikotomi ke dalam kelas masyarakat kota dan masyarakat kampung kota. Marginalisasi masyarakat kampung kota menimbulkan adanya praktik spasial, representasi ruang, dan ruang representasi Jakarta sebagai wacana identitas. Pemosisian diri masyarakat kampung kota melalui adanya sikap mengembalikan persoalan pada Tuhan dan menempati ruang absurd menunjukkan bahwa strategi teks menjadi bentuk resistensi masyarakat miskin di perkotaan. Selain itu, sikap eskapisme yang mengembalikan sesuatu ke hal-hal yang bersifat transenden dapat dimaknai sebagai gambaran perjuangan kelas yang paradoks. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa selain menghadirkan representasi masyarakat yang terdikotomi, terdominasi, serta berada dalam wacana marginal, puisi-puisi Wahyu Prasetya juga menunjukkan kritik terhadap kapitalisme yang mendominasi kehidupan urban melalui produksi ruang sosial This research discusses the representation of urban society in Wahyu Prasetya’s poems which is contained in Wahyu Menulis Puisi through poetic elements from Terry Eagleton, the concept of representation from Stuart Hall, and the concept of social space production from Henri Lefebvre. This research investigates the discourse of urban society representation through an understanding of Jakarta’s urban spatial background and the positioning of the people in Jakarta’s social space. It aims to describe how the poems present a critique of capitalism in Jakarta’s urban life that places the poor in a marginal position. The depiction of Jakarta’s urban space shows the society relation and interaction that socially and spatially are dominated by the city. The existence of the city that represses urban village communities is controlled by a capitalist system that plays a role in development policies, modernization and globalization to form an image of urban progress. The results of the analysis indicates that urban Jakarta society is represented through poetic elements as a dichotomized society into the urban community and urban village community class. The marginalization of the urban village community has led to the practice of spatial, spatial representation, and space representation of Jakarta as a discourse on identity. The self-positioning of the community, which is shown through the attitude of returning problems to God and occupying an absurd space, indicates that the text strategy is a form of resistance for the urban poor. Moreover, the attitude of escapism which returns things to transcendent things is possibly interpreted as a paradoxical class struggle. It can be concluded that besides presenting a dichotomous, dominated, and marginal discourse, Wahyu Prasetya’ poetry also indicates criticism of capitalism which dominates urban life through the social space production. |