:: UI - Tesis Membership :: Kembali

UI - Tesis Membership :: Kembali

Tranformasi Desa Dan Identitas Kultural : Studi Kasus Tukang Cukur Kampung Peundeuy, Banyuresmi, Garut = Village Transformation and Cultural Identity: A Case Study of a Kampung Peundeuy Barber, Banyuresmi, Garut

Hilyatun Nishlah; Dhita Hapsarani, supervisor; Tommy Christomy, examiner (Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2021)

 Abstrak

Profesi tukang cukur asli Garut menjadi mata pencaharian utama bagi Kampung Peundeuy, Desa Banyuresmi, Kabupaten Garut, karena dinilai berhasil memberikan kesejahteraan finansial dan meningkatkan status sosial warga. Keberhasilan ini mendorong banyak warga meninggalkan pekerjaan sebelumnya dan memilih menjadi tukang cukur di kota dan Jawa Barat. Pergeseran mata pencaharian ini semakin intensi sejak tahun 2000-an hingga akhirnya warga mengklaim Kampung Peundeuy sebagai salah satu kampung tukang cukur di Banyuresmi, Kabupaten Garut, dan disebut sebagai bentuk etnopreneurship oleh Imadudin (2011). Kemudian, profesi ini serta keahlian cukur diklaim sebagai tradisi kampung yang harus diwariskan. Selain itu, profesi tukang cukur juga menyebabkan beragam perubahan pada Kampung Peundeuy, dari mata pencaharian, identitas kultural, dan kehidupan sosial warga kampung. Untuk mengetahui lebih dalam hubungan profesi tukang cukur dan transformasi kampung, penelitian ini akan menganalisis; 1).Bagaimana transformasi identitas kultural Kampung Peundeuy terjadi dalam hubungannya dengan praktik etnopreneurship di kampung itu? 2).Bagaimana bentuk-bentuk artikulasi identitas warga Kampung Peundeuy dalam merespon transformasi yang terjadi di kampung mereka ? Untuk menganalisis dua pertanyaan penelitian tersebut, peneliti menggunakan beberapa pemikiran terdahulu seperti Effendi (2002) dan Aldrich & Waldinger (1990) yang mengkaji etnopreneurship, Mingxing, Chao, Dadao, Yumen, Shasha (2019) yang menjelaskan karakteristik semi-urbanisasi, Mc Gee (2001 & 2008) yang memaparkan tentang fenomena ‘desakota’ dan Hall (1985) yang menerangkan tentang artikulasi. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan menerapkan proses etnografi untuk mengumpulkan data. Teknik yang digunakan peneliti dimulai dengan studi literatur, observasi partisipasi, kemudian observasi non partisipasi hingga wawancara. Hasil penelitian yang merujuk pada pemikiran Effendi (2002) dan Aldrich & Waldinger (1990) menemukan bahwa profesi tukang cukur asli Garut merupakan bentuk etnopreneurship yang unik dan khas, karena profesi tukang cukur asli mengidentifikasikan kemiripan dan perbedaan dari karakteristik etnopreneurship yang dijabarkan dua penelitian di atas. Perubahan tidak terjadi secara alamiah, melainkan merupakan dampak dari praktik semi-urbanisasi ketika warga beralih profesi menjadi tukang cukur di kota besar. Semi urbanisasi yang dijelaskan Mingxing, Chao, Dadao, Yumen, Shasha (2019) mendorong terjadinya fenomena ‘desakota’ atau ‘kotadesasi’ (Mc Gee, 2008) yang menggambarkan karakteristik kekotaan masuk ke Kampung Peundeuy. Perubahan ini mengakibatkan beragam artikulasi respon warga dari klaim tradisi atas keahlian dan profesi tukang cukur, berdirinya sekolah tukang cukur, hinggga perihal pemaknaan dan penggunaan nama ASGAR dalam usaha cukur warga Kampung Peundeuy. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa suatu pekerjaan bisa menjadi tradisi dan menyebabkan transformasi bagi suatu kelompok masyarakat, melalui campur tangan warganya. Penggunaan etnisitas pada suatu bentuk pekerjaan akan mendorong pekerjaan ini semakin dikenal dan diakui oleh masyarakat, sehingga akan membuat pekerjaan ini tetap bertahan dan seiring memberikan keuntungan kepada para pelakunya, bahkan menjadi kebanggaan tersendiri untuk mereka.

Being professional barbers known as ASLI GARUT (ASGAR meaning originally from Garut) has been the main livelihood source for the male majority in Kampung Peundeuy of Banyuresmi Village. The profession is considered successful in providing financial welfare and improving residents‟ social status that many of the Kampung‟s resident left. Their previous jobs and became barbers in Jakarta and other big cities in West Java. This profession shift has intensified since the 2000s until the residents finally claimed Kampung Peundeuy as one of the barber villages in Banyuresmi, Garut Regency and known as one of etnopreneurship by Imadudin (2011). As the Kampung of barbers, the residents felt the need to to preserve and, pass on the shaving and hairdressing skills to their relative and children. With this, what was once a profession, now has been considered the Kampung‟s tradition. Besides, the barber profession has various changes in Kampung Peundeuy, from their livelihoods, cultural identity, to their social life. Therefore, to find out more the relationship between barber as a profession and Kampung transformation, the research examined, 1). How the etnopreneuship practice drove the cultural identity transformation of the Kampung; 2) How the identity articulation of the Kampung Peundeuy villagers in response to the transformation on the Kampung;. To research incorporated Effendi (2002) and Aldrich&Waldinger (1990), who studied etnopreneuship, Mingxing, Chao, Dadao, Yumen, Shasha (2019), who examine semi-urbanization, Mc Gee (2001 & 2008), who describe “desakota” phenomenon, and Hall (1985), who preceded the articulation. This study used qualitative method by applying an ethnographic method, non-participatory observation, and interview to collect data. The study result of The study result of Effendi (2002) and Aldrich & Waldinger (1990) is barber profession ASGAR has unique entopreneurship because this profession identification the similarities and differences of characteristics etnopreneurship, which is examined by the researchers. Changer does not occur naturally, but is the impact of semi-urbanization when resident switch professions to become barber in big cities. Semi-urbanization Mingxing, Chao, Dadao, Yumen, Shasha (2019) encourages the phenomenon of „desakota‟ („villageurban‟)(Mc Gee, 2008), which describes the influence of urban lifestyle Kampung Peundeuy. This changer effected various villagers response articulation, from tradition claimed this profession and shaving and hairdressing skills, establishment of a shaving school, to meaning and use the ASGAR on shaving business of Kampung Peundeuy villagers. Thus, it can be concluded that influence of the barber profession in the transformasi of Kampung Peundeuy could occur due to the strong encouragement of its resident, both in inheriting the expertise of hair cutting and the profession. Ethnicity on a profession will increasingly known and be approved by other villager or citizen, that will keep this profession survive and provide benefits to the actors, even being villagers pride.

 File Digital: 1

Shelf
 T-Hilyatun Nishlah .pdf :: Unduh

LOGIN required

 Metadata

No. Panggil : T-Pdf
Entri utama-Nama orang :
Entri tambahan-Nama orang :
Entri tambahan-Nama badan :
Subjek :
Penerbitan : Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2021
Program Studi :
Bahasa : ind
Sumber Pengatalogan : LibUI ind rda
Tipe Konten : text
Tipe Media : computer
Tipe Carrier : online resource
Deskripsi Fisik : xii, 121 pages : illustration ; appendix
Naskah Ringkas :
Lembaga Pemilik : Universitas Indonesia
Lokasi : Perpustakaan UI
  • Ketersediaan
  • Ulasan
No. Panggil No. Barkod Ketersediaan
T-Pdf 15-22-82351152 TERSEDIA
Ulasan:
Tidak ada ulasan pada koleksi ini: 20515110