Tesis ini membahas tentang Formulasi Ideal Pembentukan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang. Kebijakan Presiden dalam pembentukan Perppu Nomor 1 Tahun 2020 bertentangan dengan kondisi atau parameter yang ditetapkan oleh Mahkamah Konstitusi mengenai “keadaan memaksa” yang memaksa Presiden untuk membentuk Perppu. Dalam putusan MK Nomor 138/PUU-VII/2009 disebutkan adanya keadaan atau kebutuhan mendesak yang harus segera diselesaikan hanya dengan undang-undang, tetapi undang-undang yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah atau kebutuhan mendesak tersebut belum ada, atau hukum tidak cukup untuk menyelesaikan masalah mendesak atau kebutuhan-kebutuhan tersebut. Peraturan Pemerintah pengganti undang-undang memiliki kedudukan yang sama dengan undang-undang. Dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia yang menganut sistem presidensial harus tetap dipertahankan keberadaannya, yang harus ditekankan dengan memperhatikan persyaratan “Kegentingan yang memaksa” sebagai dasar dikeluarkannya Perppu. Presiden sebagai penggagas Perppu, sepintas lalu dengan mudah menerbitkannya, bermaksud untuk memenuhi tekanan kelompok kepentingan, tanpa mempertimbangkan substansi persyaratan penerbitan Perppu, bahkan sebulan sebelum undang-undang itu berlaku, karena ada tekanan, Perppu segera dikeluarkan. Untuk menjawab mmakna urgensi yang mendesak, perlu dirumuskan secara jelas baik definisi maupun syarat agar opini subjektif presiden berada dalam koridor yang jelas. Tesis ini menggunakan penelitian yuridis normatif karena menitikberatkan pada penelitian kepustakaan yang intinya meneliti asas- asas hukum, sistematis hukum, dan sinkronisasi hukum dengan cara menganalisanya. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif. This thesis discusses the Ideal Formulation of the Formation of Government Regulations in Lieu of Laws. The President's policy in the formation of Perppu Number 1 of 2020 contradicts the conditions or parameters set by the Constitutional Court regarding the "forced circumstances" that forced the President to form the Perppu. In the decision of the Constitutional Court Number 138/PUU-VII/2009 it is stated that there are urgent situations or needs that must be resolved immediately only by law, but the laws needed to solve the problems or urgent needs do not yet exist, or the law is not sufficient to solve the problems urgent or those needs. Government regulations in lieu of laws have the same position as laws. In the system of the Unitary State of the Republic of Indonesia, which adheres to a presidential system, its existence must be maintained, which must be emphasized by taking into account the requirements of "Forcing urgency" as the basis for the issuance of a Perppu. The President as the initiator of the Perppu, at first glance easily issued it, intended to meet the pressure of interest groups, without considering the substance of the requirements for the issuance of the Perppu. To answer the meaning of urgent urgency, it is necessary to clearly formulate both definitions and requirements so that the president's subjective opinion is in a clear corridor. This thesis uses normative juridical research because it focuses on library research which essentially examines legal principles, legal systems, and legal synchronization by analyzing them. The data obtained were analyzed using a qualitative descriptive method |