Tesis ini fokus pada model tata kelola pemenuhan kebutuhan air minum di Desa Pomah, Beteng dan Randulanang dan faktor – faktor yang mempengaruhi tata kelola. Pasca berakhirnya program PAMSIMAS pada tahun 2021, Desa Pomah, Beteng dan Randulanang menghadapi tantangan untuk mencapai akses universal air minum dan mempertahankan pelayanan dasar air minum bagi masyarakat dalam keterbatasan keberlanjutan penganggaran, peran dan partisipasi dan konsistensi terhadap kualitas air. Melalui pendekatan post positivist dan metode kualitatif, peneliti melakukan penilaian terhadap model tata kelola pemenuhan kebutuhan air minum yaitu dengan melakukan analisis terhadap governance actors, governance style dan governance component. Pengumpulan data primer dilakukan melalui wawancara informan dan data sekunder melalui studi dokumen, literatur dan sistem informasi. Hasil penelitian menunjukan bahwa ketiga desa memiliki model tata kelola yang berbeda meskipun berasal dari program yang sama yaitu PAMSIMAS. Model network yang diterapkan oleh Desa Randulanang menghasilkan ekosistem pengelolaan yang mandiri dan berkelanjutan dengan jejaring aktor yang terbentuk dengan berbagai aktor di luar desa. Sementara itu model hirarki yang diterapkan Desa Pomah dan Beteng mendorong pengelolaan yang terintegrasi dengan mekanisme tata kelola pemerintah desa. Unit sumber daya dan sistem tata kelola menjadi faktor yang berperan penting terhadap pelayanan dasar air minum di ketiga desa. This thesis discusses the governance model for the fulfillment of drinking water needs in Pomah, Beteng, and Randulanang Village and the factors that influence governance. After the end of the Pamsimas (Community-Based Drinking Water Supply and Sanitation) program in 2021, Pomah, Beteng, and Randulanang Village faced the challenges of achieving universal access to drinking water and maintaining basic drinking water services for the community within the limitations of budgetary sustainability and roles, participation, and consistency regarding water quality. This research utilizes a post- positivist approach and qualitative data collection method. In order to assess the governance model for fulfilling drinking water needs, the researcher analyzed several variables, namely governance actors, governance style, and governance components. Primary data was collected through in depth interviews, while secondary data was collected through a study of documents, literatures, and the Pamsimas MIS. The network model observed in Randulanang Village generates an independent and sustainable management ecosystem, with a network of actors that was formed with various actors from outside the village. On the other hand, the hierarchical model observed in Pomah and Beteng Village encourages an integrated management with village government’s governance mechanisms. Finally, resource and governance system are the two factors that play an important role in basic drinking water services in the three villages. |