Delische Kunstkring dan Kehidupan Kultural Elite Kolonial di Medan (1912-1942) = Delische Kunstkring and Cultural Life of the Colonial Elite in Medan (1912-1942)
Meliala, Bryna Rizkinta Sembiring;
R. Achmad Sunjayadi, supervisor; Bondan Kanumoyoso, examiner; Abdurakhman, examiner
(Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2022)
|
Sebagai kota yang lahir akibat perkembangan kapitalisme Eropa akhir abad ke-19, Medan menciptakan masyarakat baru yang sedang membentuk identitas keeropaan. Salah satunya dengan mendirikan kunstkring (lingkar seni) di Medan, sebuah jaringan perkumpulan seni yang tersebar di kota-kota besar Kolonial. Pada 1912 di Medan, berdiri perkumpulan dengan nama Delische Kunstkring (Lingkar Seni Deli) setelah sebelumnya terdapat Nederlandsch Indische Kunstkring di Batavia, Bandoengsche Kunstkring di Bandung, dan Semarangsche Kunstkring di Semarang. Penelitian ini bertujuan menjelaskan eksistensi Delische Kunstkring dalam ruang sosial dan kehidupan budaya di Medan masa kolonial. Penulisan ini menggunakan metode sejarah yang terdiri dari heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi dengan pendekatan selera dan konsumsi budaya Pierre Bourdieu. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa Delische Kunstkring hadir untuk memenuhi kebutuhan akan kesenian dan melegitimasi perbedaan kelas sosial kaum terdidik yang mayoritas masyarakat Eropa di Medan. As a city born due to the development of European capitalism at the end of the 19th century, Medan created a new society that was forming a European identity. One of which was the presence of kunstkring (art circle) in Medan, a network of art associations spread across colonial cities. In 1912 in Medan, an association was established under the name Delische Kunstkring (Deli Art Circle) after there were already Nederlandsch Indische Kunstkring in Batavia, Bandoengsche Kunstkring in Bandung, and Semarangsche Kunstkring in Semarang. This study aims to explain the existence of Delische Kunstkring in Medan's social space and cultural life in colonial period. This study uses a historical method consisting of heuristics, criticism, interpretation, and historiography with Pierre Bourdieu's taste and cultural consumption as an approach. This study shows that Delische Kunstkring existed to fulfill the need for art for educated people who were predominantly European, legitimize their difference in social class. |
TA-Bryna Rizkinta Sembiring Meliala.pdf :: Unduh
|
No. Panggil : | TA-pdf |
Entri utama-Nama orang : | |
Entri tambahan-Nama orang : | |
Entri tambahan-Nama badan : | |
Subjek : | |
Penerbitan : | Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2022 |
Program Studi : |
Bahasa : | ind |
Sumber Pengatalogan : | LibUI ind rda |
Tipe Konten : | text |
Tipe Media : | computer |
Tipe Carrier : | online resource |
Deskripsi Fisik : | vi, 60 pages + appendix |
Naskah Ringkas : | |
Lembaga Pemilik : | Universitas Indonesia |
Lokasi : | Perpustakaan UI |
No. Panggil | No. Barkod | Ketersediaan |
---|---|---|
TA-pdf | 16-22-97562864 | TERSEDIA |
Ulasan: |
Tidak ada ulasan pada koleksi ini: 20521345 |