Setiap negara memiliki tanggung jawab untuk membangun dan menyediakan layanan lalu lintas udara sebagaimana tertera dalam Pasal 28 Konvensi Chicago. Namun, Annex 11 Konvensi Chicago menyebutkan bahwa negara dapat mendelegasikan tanggung jawab tersebut kepada negara atau lembaga lain tanpa membahayakan kedaulatannya. Pendelegasian tanggung jawab tersebut dilakukan berdasarkan perjanjian yang disetujui oleh kedua belah pihak. Tetapi, pendelegasian tanggung jawab seringkali masih menyentuh kedaulatan sebuah negara. Maka dari itu, perlu dibedakan antara urusan operasional dan kedaulatan dalam pendelegasian layanan lalu lintas udara. Penulis menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan menganalisis hukum udara internasional dan perjanjian bilateral mengenai pendelegasian layanan lalu lintas udara. Dalam praktiknya, sifat dari pasal-pasal yang tertera pada perjanjian tersebut menentukan seberapa jauh tanggung jawab yang harus dipenuhi oleh kedua belah pihak. Berdasarkan kesimpulan di atas, sebaiknya ketentuan dalam perjanjian bilateral mengenai tanggung jawab kedua belah pihak harus dibuat secara lengkap dan jelas untuk menghindari benturan antara urusan operasional dan kedaulatan. Each state is responsible for establishing and providing air traffic services as stated in Article 28 of the Chicago Convention. However, Annex 11 to the Chicago Convention stated that states could delegate these responsibilities to other states or institutions without jeopardizing their sovereignty. The delegation of responsibility is carried out based on a mutual agreement agreed by both parties. The delegation of responsibility often still touches the sovereignty of a state. Therefore, it is necessary to distinguish between operational matters and sovereignty in the delegation of air traffic services. The author uses a normative legal research method by analyzing international air law and bilateral agreements regarding the delegation of air traffic services. In practice, the nature of the articles contained in the agreement determines the extent of the responsibilities that both parties must fulfill. Based on the conclusions above, it is better if the provisions in bilateral agreements regarding the responsibilities of both parties must be made completely and clearly to avoid conflicts between operational matters and sovereignty. Keywords: Delegate, responsibilities, operational, sovereignty, bilateral agreement, air traffic services. |