Teman Tuli adalah identitas yang disematkan kepada tunarungu di Indonesia. Identitas Tuli dengan huruf T kapital dianggap lebih berterima bagi kelompok Tuli. Namun, identitas tunarungu nyatanya lebih populer digunakan di kalangan masyarakat dengar. Selain itu, Tuli juga sesungguhnya memiliki pilihan identitas lain yang dapat berdiri di antara kedua identitas tersebut, yakni bikultural. Penelitian ini ingin memahami pembentukan konstruksi identitas budaya teman Tuli di Jambi: apakah mereka memilih menjadi Tuli, tunarungu, atau bikultural. Pengambilan data dilakukan dengan metode etnografi. Peneliti melakukan observasi, FGD (focus group discussion), dan wawancara mendalam terhadap teman Tuli di Jambi yang berusia 18—26 tahun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa seluruh responden mengidentifikasikan diri mereka sebagai Tuli alih-alih tunarungu dan bikultural. Namun, dalam praktiknya, peneliti menemukan bahwa terdapat responden yang menerapkan praktik bikultural. Selain itu, peneliti juga menemukan adanya pengaruh yang besar dari ketergabungan dengan organisasi Tuli, terutama Gerkatin dan Pusbisindo, dalam pengonstruksian identitas teman Tuli di Jambi. Deaf (Tuli) is an identity pinned to the deaf in Indonesia. Deaf identity with a capital D is considered more acceptable for the Deaf group. However, the deaf (tunarungu) identity is in fact more popularly used among the hearing community. In addition, Deaf also has a choice of other identities that can stand between the two identities, namely bicultural. This study aims to understand the construction of the cultural identity of the Deaf in Jambi: whether they choose to be Deaf (Tuli), deaf (tunarungu), or bicultural. Data collection was done by ethnographic method. Researchers conducted observations, focus group discussions (FGD), and in-depth interviews with Deaf in Jambi aged 18-26. The results showed that all respondents identified themselves as Deaf (Tuli) instead of deaf (tunarungu) and bicultural. However, in practice, the researchers found that there were respondents who applied bicultural practices. In addition, the researcher also found that there was a big influence from joining the Deaf organizations, especially Gerkatin and Pusbisindo, in the construction of the identity of Deaf in Jambi. |