Peran rantai nilai global menjadi sangat penting bagi suatu negara yang memiliki tujuan meningkatan mempromosikan pembangunan inklusif, meningkatkan lapangan kerja, dan menambah nilai bagi industri dalam negerinya melalui integrasi ekonomi global. Guna mendorong pertumbuhan inklusif, pembererdayaan perempuan perlu dimaksimalkan. Indonesia mengalami pertumbuhan penduduk perempuan diatas 15 tahun dan TPT yang cenderung stagnan selama tujuh tahun terakhir, dan dengan partisipasi perempuan yang cendurung tumbuh. Studi ini bertujuan untuk meneliti pengaruh dari partisipasi rantai nilai global, yaitu partisipasi backward dan forward terhadap tingkat partisipasi angkatan kerja perempuan pada sektor manufaktur. Analisis dilakukan dengan memanfaatkan data Survei Angkatan Kerja Nasional (SAKERNAS) dan Trade in Value Added dari OECD, dengan menggabungkan klasifikasi ISIC rev.4 dengan KBLI dari tahun 2000-2018 didapatkan 8 kelompok sektor, yaitu 3 kelompok sektor manufaktur padat karya dan 5 kelompok sektor manufaktur padat modal. Hasil regresi fixed-effect dan random-effect digunakan untuk menemukan pengaruh antara GVCs dengan TPAK perempuan pada model, pada sektor manufaktur padat karya tidak ditemukan adanya hubungan secara signifikan. Sedangkan pada sektor manufaktur padat modal dan sektor manufaktur keseluruhan, ditemukan hubungan signifikansi positif antara partisipasi forward dengan TPAK perempuan. Di sisi lain, variabel tingkat pendidikan dan tingkat fertilitas juga menunjukkan signifikansinya di keseluruhan sektor maupun sektor spesifik, padat modal dan padat karya. Selain itu, penelitian ini menemukan tingkat pendidikan yang semakin tinggi pada para pekerja perempuan di sektor manufaktur akan menurunkan tingkat partisipasi angkatan kerjanya. The role of GVCs is essential for a country whose goals are to promote inclusive development, increase employment, and add value to its domestic industry through global economic integration. To encourage inclusive growth, women's empowerment needs to be maximized. Indonesia has experienced a population growth of women over 15 years, TPT, which tends to stagnate for the last seven years, and female participation which tends to grow. This study examines the effect of global value chain participation, namely backward and forward participation, on the level of female labor force participation in the manufacturing sector. The analysis was carried out by utilizing the Survey Angkatan Kerja Nasional (SAKERNAS), and Trade in Value Added data from the OECD; by combining the ISIC rev.4 classification with the KBLI from 2000-2018, there were 8 sector groups, namely 3 labor-intensive manufacturing sector groups and 5 sector groups. Capital intensive manufacturing. Fixed-effect and random-effect regression results were used to find the effect between GVCs and female LFPR in the model; there was no significant relationship in the labor-intensive manufacturing sector. Meanwhile, in the capital-intensive manufacturing sector and the overall manufacturing sector, a significant positive relationship was found between forwarding participation and female LFPR. On the other hand, the variables of education level and fertility level also show their significance in all sectors as well as specific sectors, capital intensive and labor intensive. In addition, this study found that the higher the education level of female workers in the manufacturing sector, the lower the labor force participation rate. |