Perjanjian yang dibuat di hadapan Notaris sebagai bukti adanya hubungan hukum yang lahir karena kesepakatan. Pihak yang tidak melaksanakan kewajiban hukumnya dapat dituntut di pengadilan atas dasar wanprestasi atau perbuatan melawan hukum. Masalah penelitian ini adalah pertimbangan hakim mengenai tindakan PT. IPC yang tidak melaksanakan kewajiban hukum sebagai perbuatan melawan hukum dan pertanggungjawaban Notaris terhadap akta pengikatan jual beli saham dan akta kesepakatan bersama yang batal demi hukum. Metode penelitian ini yaitu yuridis normatif dengan tipe penelitian evaluatif, sehingga menggunakan data sekunder melalui studi dokumen. Data sekunder ini dianalisis dengan metode kualitatif sehingga bentuk laporan penelitiannya adalah evaluatif-analitis. Hasil penelitian ini adalah hakim mempertimbangan tindakan PT. IPC yang tidak melaksanakan kewajiban hukum dalam akta pengikatan jual beli saham dan akta kesepakatan bersama termasuk perbuatan melawan hukum dengan berdasarkan doctrine, Pasal 1365 KUHPerdata dan Putusan Hoge Raad tanggal 31 Januari 1919. Pertimbangan hakim ini menunjukkan bahwa kewajiban PT. IPC lahir dari perjanjian sehingga tindakan PT. IPC termasuk wanprestasi dan bukan perbuatan melawan hukum, sebagaimana menurut Putusan HogeRaad tertanggal 26 Maret 1920 dan Yahya Harahap bahwa wanprestasi merupakan bentuk khusus atau lex specialis dari perbuatan melawan hukum sebagai lex generalis. Berikutnya adalah Notaris tidak dapat dimintakan pertanggungjawaban terhadap akta pengikatan jual beli saham dan akta kesepakatan bersama yang batal demi hukum sebagai akibat dari perbuatan melawan hukum yang dilakukan PT.IPC. Hal ini dikarenakan tanggungjawab Notaris dalam membuat akta yaitu terkait dengan keabsahaan perjanjian dan bukan pada pelaksanaan isi perjanjian. An agreement made before a notary as evidence of a legal relationship born out of an agreement. Parties who do not carry out their legal obligations can be prosecuted in court on the basis of default or unlawful acts. The problem of this research is the judge's consideration regarding the actions of PT. IPC that does not carry out its legal obligations is an act against the law and the Notary's responsibility for the binding deed of sale and purchase of shares and the deed of mutual agreement which are null and void by law. This research method is normative juridical with evaluative research type, so it uses secondary data through document study. This secondary data was analyzed by qualitative method so that the form of the research report is evaluative-analytical. The result of this research is that the judge considers the actions of PT. IPC which does not carry out its legal obligations in the deed of binding sale and purchase of shares and deed of collective agreement, including acts against the law based on the doctrine, Article 1365 of the Civil Code and the Hoge Raad Decision dated January 31, 1919. The judge's consideration shows that the obligations of PT. IPC was born from the agreement so that the actions of PT. IPC is a breach of contract and is not an unlawful act, as according to the HogeRaad Decision dated March 26, 1920 and Yahya Harahap that a default is a special form or lex specialis of an unlawful act as a lex generalis. Next, the Notary cannot be held responsible for the deed of binding sale and purchase of shares and the deed of collective agreement which are null and void as a result of unlawful acts committed by PT. IPC. This is because the responsibility of the Notary in making the deed is related to the validity of the agreement and not to the implementation of the contents of the agreement. |