Migrasi berkontribusi pada pengembangan sumber daya manusia sehingga dipandang sebagai salah satu strategi rumah tangga. Banyak orang tua kemudian memutuskan untuk bermigrasi untuk meningkatkan kesejahteraan keluarganya, termasuk kesejahteraan anak-anaknya yang ditinggalkan. Upaya tersebut yang berarti orang tua tidak hadir di rumah, menunjukkan pengawasan yang tidak sempurna terhadap alokasi sumber daya anak. Sementara itu, orang tua memiliki peran penting dalam mengontrol kebiasaan makan dan pemilihan makanan anak, yang mencerminkan status gizi mereka. Skripsi ini membahas tentang implikasi pengaruh migrasi orang tua terhadap alokasi makanan anak tertinggal (LBC) yang diukur dengan Keberagaman Makanan Individu (IDDS) untuk melihat potensi gizi buruk anak melalui asupan makanan/diet. Penulis menggunakan data cross-section dari Indonesian Family Life Survey (IFLS) 5 dan memperkirakan pengaruhnya dengan model Ordinary-Least Squared (OLS) dan Propensity Score Matching (PSM) untuk mengurangi selection bias pada sampel anak Indonesia yang ditinggalkan usia 1-14 tahun. Dari kedua model OLS dan PSM, penulis menemukan bahwa migrasi orang tua oleh setidaknya salah satu dari orang tua mereka atau kedua orang tua mereka menunjukkan alokasi makanan yang jauh lebih baik untuk anak yang ditinggalkan daripada anak yang tidak ditinggalkan bila dikaitkan dengan semua faktor sosial ekonomi lainnya. Tidak ada tanda-tanda perbedaan gender pada efek migrasi orang tua terhadap alokasi makanan anak. Namun, karena dampak migrasi orang tua hanya berlaku ketika semua faktor dimasukkan, signifikansi dari karakteristik anak, orang tua, kepala rumah tangga, ukuran rumah tangga, dan partisipasi masyarakat sama pentingnya untuk memastikan skor keragaman makanan anak-anak. Dengan demikian, pemberian dan pemantauan alokasi makanan untuk anak lebih mengandalkan seberapa baik kondisi di rumah meskipun keterlibatan orang tua sangat minim. Migration substantially contributes to human capital development, so it is viewed as one of household strategy. Many parents then decide migrating to improve their family welfare, including the well-being of their children who are left behind. The effort means the parent is absent at home, indicating imperfect monitoring towards children’s resource allocation. Meanwhile, the parent has a prominent role in controlling children’s dietary habits and food selection, reflecting their nutritional status. This thesis discusses the implication of parental migration effect on left-behind children’s (LBC) food allocation measured by Individual Dietary Diversity Score (IDDS) to see potential child malnutrition through food/dietary intake. The author uses cross-section data from the Indonesian Family Life Survey (IFLS) 5 and estimates the effect with Ordinary-Least Squared (OLS) and Propensity Score Matching (PSM) to reduce selection bias on Indonesian children aged 1-14 years old samples. From both OLS and PSM models, the author found that parental migration by at least one of their parents or both of their parents shows a significantly better food allocation for LBC compared to non-LBC when corresponded with all other socioeconomic factors. No sign of gender differences on parental migration effect on children’s food allocation. However, because parental migration impact only prevails when all factors were included, the significance of children’s, parents’, head of household’s characteristics, size of household, and community participation equally essential to ensure children dietary diversity score. Thus, the provision and monitoring of food allocation for children rely more on how well the condition at home even though parental involvement is minimal. |