Dalam upaya memahami fenomena radikalisasi online, riset kajian terorisme cenderung fokus pada strategi yang dilakukan kelompok terorisme di ruang online, dan bagaimana pesan ekstremis kekerasan di internet dibuat untuk memengaruhi individu. Riset-riset ini memang memberikan pengetahuan yang penting tapi tidak dapat memberikan pemahaman terkait bagaimaan audiens, atau individu yang menerima pesan dari kelompok teroris meradikalisasi dirinya sendiri. Riset ini ditujukan untuk mengisi kekosongan riset yang memfokuskan perhatian pada analisis audiens dalam fenomena radikalisasi online. Dengan menggunakan pendekatan kualitatif melalui metode wawancara mendalam dan kajian pustaka, riset ini akan mencoba menjawab bagaimana tiga anak muda mengalami proses radikalisasi online, dan bagaimana pemaknaan pesan kelompok terorisme yang mereka lakukan membentuk keterlibatan dalam gerakan terorisme. Temuan dari riset ini adalah: pertama, krisis personal yang dimiliki oleh anak muda mendorong mereka untuk mencari keyakinan alternatif yang membawa mereka bertemu dengan pesan-pesan kelompok terorisme di ruang online. Ketika pesan tersebut beresonansi/dimaknai sebagai jawaban atas krisis yang mereka miliki, anak muda akan merespons pesan tersebut dengan keterlibatan yang semakin dalam hingga akhirnya memutuskan untuk mengambil peran dalam gerakan terorisme. Kedua, faktor kontekstual penting untuk dimasukkan ke dalam analisis proses radikalisasi online karena faktor tersebut yang mempengaruhi proses pembuatan makna yang dilakukan oleh anak muda. Saran kebijakan untuk mengatasi fenomena ini adalah: tidak relevan jika solusi untuk menyelesaikan fenomena radikalisasi online terlalu fokus pada intervensi internet dan melupakan “ruang offline” di mana ekstremisme sejatinya berakar. In an effort to understand the phenomenon of online radicalization, research on terrorism studies tends to focus on the strategies carried out by terrorist groups in the online space, and how the terrorist group creating a message to influence individual in online space. These studies do provide important knowledge but cannot provide insight into how audiences, or individuals whose receiving the messages, radicalize themselves. This research is intended to fill that research gap by trying to focusing the attention on the audience when analyzing the online radicalization phenomenon. By using a qualitative approach through in-depth interviews and literature review, this research will try to answer how three young people experiencing radicalization process, how they shape the meaning of the message of terrorism groups, and how that meaning-making process influence their involvement in the terrorism movement. The findings of this research are: first, the personal crisis that young people have, has prompted them to look for alternative beliefs that lead them to meet the messages of terrorism groups in the online space. When the message resonates/interpreted as an answer to the crisis they have, young people will respond to the message with a deeper involvement with the message until they finally decide to take a role in the terrorism movement. Second, contextual factors are important to be included in the analysis of the online radicalization process because these factors influence the meaning-making process carried out by young people. The policy suggestion to overcome this phenomenon is: it is irrelevant if the solution to solve the phenomenon of online radicalization is too focused on internet intervention and forgets the “offline space” where extremism really takes root. |