MAP merupakan salah satu upaya penyelesian seketa pajak internasional, khususnya sengketa terkait penerapan P3B. Implementasi MAP di Indonesia saat ini mencatat jumlah kasus MAP antara kasus yang masuk, dengan jumlah kasus yang mencapai kesepakatan belum berbanding lurus. Menyebabkan adanya kasus MAP tertunda (beginning balace) ke inventaris kasus tahun berikutnya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis efektifitas implementasi kebijakan MAP sebagai salah satu penyelesaian sengketa pajak internasional di Indonesia, dan faktor pendorong efektivitas tersebut. Penelitian ini menggunakan paradigma Post-Positivism dengan pendekatan kuantitatif yakni menggunakan Teori Riant Nugroho. Teknik Pengumpulan data dan Analisis data adalah Kualitatif melalui studi kepustakaan dan studi lapangan dengan melakukan wawancara mendalam. Hasil penelitian ini adalah upaya penyelasaian sengketa pajak internasional melalui MAP di Indonesia berdasarkan PMK 49 Tahun 2019 masih belum efektif sepenuhnya dilihat dari sisi jenis kesepakatan MAP yang telah dihasilkan, karena belum sepenuhnya mencapai tujuan MAP yakni mengeliminasi double taxation. Hasil kesepatakan MAP Indonesia tahun 2016-2019 belum seluruh berjenis fully relief, dan masih ada keputusan aggree to dissagree. Namun, secara peraturan yakni PMK 49 tahun 2019, hubungan aktor yang terlibat didalamnya serta lingkungan kebijakan MAP di Indonesia sudah efektif. Akan tetapi, pihak terkait khususnya dalam hal ini DJP (selaku CA Indonesia) masih harus terus menggali potensi yang ada melalui faktor-faktor pendorong efektivitas MAP yang telah diuraikan dalam rangka memperbaiki kinerjanya agar mencapai efektivitas MAP dan semakin banyak kasus MAP yang menghasilkan kesepakatan yang dapat mengeliminasi double taxation sebagaimana tujuan MAP, membangun sistem informasi dan dokumentasi yang terintegrasi, termasuk transparansi aktor yang telibat dalam MAP agar sesuai juga dengan ketentuan international best practice. MAP is one of the international tax dispute resolution, especially to resolve dispute that related to the implementation of Tax Treaty. The number request cases of MAP with the number of cases reaching agreement recorded from its implementation in Indonesia has not been directly proportional. This is causes there is "beginning balance" of cases (MAP pending cases) that carried over and recorded in the MAP case inventory in the following year.The purpose of this study is to analyze the effectiveness of the implementation of the MAP policy as one of international tax disputes resolution in Indonesia, and the factors driving this effectiveness. This research uses the Post-Positivism paradigm with a quantitative approach that uses Riant Nugroho's Theory. Data collection and data analysis techniques are qualitative through library research and field studies by conducting in-depth interviews. The result of this research is, that the implementation of MAP in Indonesia based on PMK 49 of 2019 are still not fully effective in terms of the MAP agreement that has been produced, because the result of MAP it has not fully achieved the MAP goal to eliminating double taxation. The results of MAP in Indonesia of the periode 2016 – 2019 says that the agreement are not all "fully relief", and there are still have result "agree or disagree". But, according to regulations, that is PMK 49 of 2019, the relationship between the actors involved and the MAP policy environment in Indonesia has been effective. However, related parties, especially in this case the DGT (as CA Indonesia) still have to continue to explore the existing potential through the factors driving the MAP that have been described in order to improve their performance so can achieve the effectiveness of MAP and can more and more MAP cases result in an agreement that can eliminate double taxation as appropriate, develop an integrated information and documentation system, including transparency of actors involved in the MAP to comply with international best practice provisions. |