Perbatasan negara merupakan salah satu objek menarik bagi para peneliti sosial di Indonesia. Sebab perbatasan menjadi daerah khusus yang selalu menjadi fokus perhatian baik secara eksternal (internasional) maupun internal (negara indonesia itu sendiri) karena di dalamnya terdapat banyak dinamika yang terjadi entah itu konflik, identitas, migrasi, ilegal loging, dan sebagainya. Dinamika itu tidak hanya terjadi kepada subjek dari penelitian saja, melainkan juga terjadi oleh para peneliti sosial itu sendiri. Permasalahannya adalah seringkali para peneliti Indonesia yang membahas kajian tentang studi-studi perbatasan Negara baik secara sadar maupun tidak sadar banyak yang terpengaruh oleh cara pandang dari epistemologi Negara, seperti: adanya idealisme bahwa masyarakat hidup harus menetap, perbatasan sebagai wilayah yang paling rawan akan terkikisnya rasa nasionalisme, kehadiran Negara sebagai faktor kunci dalam penyelesaian konflik yang ada di perbatasan, dan lain sebagainya. Kondisi itu yang akan dijelaskan lebih detail pada tulisan ini. Metode yang dilakukan yaitu studi kualitatif dengan menggunakan model anotasi bibliografi dalam studi pustaka. Hasilnya menunjukan bahwa peneliti sosial untuk waktu yang lama banyak mengabdikan diri kepada pemerintah yang berkuasa, akibatnya terdapat bias antara perspektif Negara dengan perspektif Ilmu Sosial. Terutama ketika membahas tentang masyarakat perbatasan di Kalimantan Barat dan Sarawak. National borders are one of the interesting objects for social researchers in Indonesia. Because the border is a special area that is always the focus of attention both externally (internationally) and internally (the Indonesian state itself) because in it there are many dynamics that occur whether it's conflict, identity, migration, illegal logging, and so on. This dynamic does not only occur to the subject of the research, but also to the social researchers themselves. The problem is that often Indonesian researchers who discuss studies of state border studies, both consciously and unconsciously, are often influenced by the perspective of the state epistemology, such as: the idealism that people live should settle down, the border as an area that is most prone to erosion of sense of belonging. nationalism, the presence of the State as a key factor in resolving conflicts at the border, and so on. This condition will be explained in more detail in this paper. The method used is a qualitative study using a bibliographic annotation model in a literature study. The results show that social researchers for a long time have devoted themselves to the ruling government, as a result there is a bias between the State perspective and the Social Science perspective. Especially when discussing border communities in West Kalimantan and Sarawak. |